Kamis, 19 Januari 2017

JANGAN TERTIPU DENGAN GELARMU, KITA BUKAN SIAPA-SIAPA.

JANGAN TERTIPU DENGAN GELARMU, KITA BUKAN SIAPA-SIAPA.



Nu'man bin Tsabit yang dikenal dengan sebutan Abu Hanifah, atau populer disebut IMAM HANAFI, pernah berpapasan dengan anak kecil yang berjalan mengenakan sepatu kayu (terompah kayu).
Sang Imam berkata: _"Hati-hati nak dengan sepatu kayumu itu, jangan sampai kau tergelincir."_
Bocah ini pun tersenyum dan mengucapkan terima kasih,
dan bertanya..
"Bolehkah saya tahu namamu Tuan?" tanya si bocah.
"Nu'man namaku", Jawab sang Imam."
Jadi, Tuan lah yang selama ini terkenal dengan gelar Al-imam Al-a'dhom. (Imam Agung) itu..??" tanya si bocah.
"Bukan aku yang memberi gelar itu, masyarakat-lah yang berprasangka baik dan memberi gelar itu kepadaku."
Si bocah berkata lagi.."Wahai Imam, hati-hati dengan gelarmu. Jangan sampai tuan tergelincir ke neraka karena gelar itu...! Sepatu kayuku ini mungkin hanya menggelincirkanku di dunia.
Tapi gelarmu itu dapat menjerumuskanmu ke dalam api yang kekal, jika kesombongan dan keangkuhan menyertainya."
Ulama besar yang diikuti banyak umat Islam itupun tersungkur menangis....
Imam Abu Hanifah bersyukur. Siapa sangka, peringatan datang dari lidah seorang bocah.
Betapa banyak manusia tertipu karena jabatan,
tertipu karena kedudukan,
tertipu karena gelar
tertipu karena kemaqoman*
tertipu karena harta yang berlimpah,
tertipu karena status sosial.
Jangan sampai kita tergelincir... jadi angkuh dan sombong karenanya.
*PEPATAH MENGATAKAN:*
_"SEPASANG TANGAN YANG MENARIKMU KALA TERJATUH LEBIH HARUS KAU PERCAYAI_
_DARIPADA SERIBU TANGAN YANG MENYAMBUTMU KALA TIBA DI PUNCAK KESUKSESAN"._
Semoga bermanfaat..aamiinn...


Cara Membaca Ayat: Alif – Laam – Miim



Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Ada 2 teori untuk memudahkan memahami huruf semacam ini:
Pertama, huruf-huruf hijaiyah di awal surat (Mafatih As-Suwar) disebut dengan huruf muqatha’ah. Muqatha’ah secara bahasa artinya terputus-putus. Disebut huruf muqatha’ah karena huruf ini dibaca secara terputus-putus, sehuruf demi sehuruf, dan tidak bersambung.
Tulisan:  آلـم kita baca alif laam miim, dan bukan alam, atau alim, atau ilam.
Tulisan: طسـم kita baca tha siin miim, dan bukan thasam, atau thisam, atau thasim.
Kedua, dalam qiraah Imam Hafsh dari ‘Ashim (cara baca yang mengikuti riwayat dua ulama qiraah), huruf muqatha’ah dibaca sebagaimana nama aslinya dalam abjad hijaiyah, dengan tetap mengikuti kaidah tajwid dalam cara membacanya.
Sebagai contoh:
Tulisan : الم   kita baca alif laam miim. Atau jika kita tulis dalam teks arab:
أَلِـفْ لَامْ مِيمْ
Kita menemukan ada 3 hukum tajwid pada teks ini:
1. Mad aridh lis sukun, yaitu pada kata [لَام]. Pada kata ini terdapat dua huruf mati yang bergandengan: alif dan mim. Kaidahnya: jika ada dua huruf mati yang bergandengan dan huruf pertama adalah huruf illah maka dihukumi mad aridh lis sukun, yang dibaca 4 – 6 harakat. Huruf illah : [ا – و – ي] yang berfungsi memanjangkan.
2. Idhgham mimii atau idgham mutamatsilain, yaitu pada kata: [لام ميم]. Di situ mim mati ketemu mim di depannya. Dan idgham mutamatsilain dibaca ghunnah (ditahan dengan mendengung).
3. Mad aridh lis sukun pada kata [ميم]. Pada kata ini terdapat dua huruf mati yang bergandengan: ya dan mim. Sehingga berlaku hukum mad aridh lis sukun, yang dibaca 4 – 6 harakat.
Untuk memudahkan cara baca, di Alquran cetakan indonesia, huruf lam dan mim diberi harakat ~ (seperti alis), mengingatkan agar dibaca panjang. Karena hukum tajwid yang berlaku adalah mad ‘aridh lis sukun. Meskipun bisa jadi, tanda seperti ini tidak kita jumpai pada Alquran cetakan yang lain. Namun cara membacanya tetap sama.
Sebagai tambahan, anda berlatih membaca  كهيعص. Cara baca yang benar: Kaaf – ha  – ya – ‘aiin – shaad. Atau jika ditulis lebih lengkap:
كَافْ هَا يَا عَيْنْ صَادْ
Kita menemukan beberapa hukum tajwid pada kalimat di atas:
1. Mad aridh lis sukun, pada kata [كَافْ]. Pada kata ini terdapat dua huruf mati yang bergandengan: alif dan fa’. Kita punya kaidah: jika ada dua huruf mati yang bergandengan dan huruf pertama adalah huruf illah maka dihukumi mad aridh lis sukun, yang dibaca 4 – 6 harakat.
2. Mad thabi’i, pada kata [هَا] dan [يَا], yang panjangnya 2 harakat. Karena itu, pada tulisan di atas, huruf ha dan ya tidak diberi harakat alis.
3. Mad layn, pada kata: [عَيْنْ], karena ada ya dan nun yang mati, sementara harakat sebelum ya bukan kasrah. Mad layn dibada 4 – 6 harakat.
4. Ikhfa’ pada pertemuan antara ain dan shad [عَيْنْ صَادْ], di situ nun mati ketemu huruf shad. Hukum nun mati atau tanwin yang ketemu huruf shad dan beberapa saudaranya, dibaca samar mempersiapkan untuk mengucapkan shad.
5. Mad aridh lis sukun, pada kata [صَادْ]. Sebagaimana penjelasan sebelumnya.
6. Qalqalah kubro, pada kata [صَادْ], karena di situ dal mati di akhir kata. Dan cara membacanya dengan dipantulkan.
Allahu a’lam
oleh Ustadz Ammi Nur Baits