Rabu, 26 November 2014

Syi'ah dan Kesesatannya.




الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan, dan petunjuk-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amal  kita. Barang siapa mendapat dari petunjuk Allah maka tidak akan ada yang menyesatkannya, dan barang siapa yang sesat maka tidak ada pemberi petunjuknya baginya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Ya Allah, semoga doa dan keselamatan tercurah pada Muhammad dan keluarganya, dan sahabat dan siapa saja yang mendapat petunjuk hingga hari kiamat.

Pada dewasa ini aliran syiah merupakan salah stu aliran yang actual di bicarakan dalam berbagai media, baik media elektronik maupun cetak. Aliran syiah telah dikecam sebagai aliran yang sesat dan menyesatkan karena ajarnnya yang dianggap telah melanggar kaidah dalam agama islam.

Semoga kajian ini dapat memberikan pemhaman yang syumul/utuh, obyektif, dan valid mengenai Syi’ah, yang pada gilirannya dapat memperkaya wawasan kita sebagai seorang muslim, serta terhindar dari aliran yang sesat.

Apakah sebenarnya aliran syiah itu :
Syiah adalah aliran sempalan dalam Islam dan Syiah merupakan salah satu dari sekian banyak aliran-aliran sempalan dalam Islam.
Sedangkan yang dimaksud dengan aliran sempalan dalam Islam adalah aliran yang ajaran-ajarannya menyempal atau menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW, atau dalam bahasa agamanya disebut Ahli Bid’ah.
Selanjutnya oleh karena aliran-aliran Syiah itu bermacam-macam, ada aliran Syiah Zaidiyah ada aliran Syiah Imamiyah Itsna Asyariah ada aliran Syiah Ismailiyah dll, maka saat ini apabila kita menyebut kata Syiah, maka yang dimaksud adalah aliran Syiah Imamiyah Itsna Asyariah yang sedang berkembang di negara kita dan berpusat di Iran atau yang sering disebut dengan Syiah Khumainiyah.
Hal mana karena Syiah inilah yang sekarang menjadi penyebab adanya keresahan dan permusuhan serta perpecahan didalam masyarakat, sehingga mengganggu dan merusak persatuan dan kesatuan bangsa kita.
Tokoh-tokoh Syiah inilah yang sekarang sedang giat-giatnya menyesatkan umat Islam dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Sekrg kita akn membahas.. 
تعريف شيعة ......Defenisi Syiah  
Syi’ah (Bahasa Arab: شيعة, Bahasa Persia: شیعه) ialah salah satu aliran atau mazhab dalam Islam. Syi'ah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah Sunni pertama seperti juga Sunni menolak Imam dari Imam Syi'ah. Bentuk tunggal dari Syi'ah adalah Syi'i (Bahasa Arab: شيعي.) menunjuk kepada pengikut dari Ahlul Bait dan Imam Ali. Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10% menganut aliran Syi'ah.
Istilah Syi'ah berasal dari kata Bahasa Arab شيعة  Syī`ah. Bentuk tunggal dari kata ini adalah Syī`ī  شيعي.
"Syi'ah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syi`ah `Ali شيعة علي artinya "pengikut Ali"
Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara.Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib sangat utama di antara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucunya sepeninggal beliau. Saw. 

Syi'ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu, Syi'ah mengalami perpecahan sebagaimana Sunni juga mengalami perpecahan mazhab.
Muslim Syi'ah percaya bahwa Keluarga Muhammad (yaitu para Imam Syi'ah) adalah sumber pengetahuan terbaik tentang Qur'an dan Islam, guru terbaik tentang Islam setelah Nabi Muhammad SAW, dan pembawa serta penjaga tepercaya dari tradisi Sunnah.
Secara khusus, Muslim Syi'ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib, yaitu sepupu dan menantu Nabi Muhammad SAW dan kepala keluarga Ahlul Bait, adalah penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad SAW, yang berbeda dengan khalifah lainnya yang diakui oleh Muslim Sunni. Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dipilih melalui perintah langsung oleh Nabi Muhammad SAW, dan perintah Nabi berarti wahyu dari Allah.(
Riwayat di Durul Mansur milik Jalaluddin As-Suyuti)
Syiah mulai muncul setelah pembunuhan khalifah Utsman bin ‘Affan. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, masa-masa awal kekhalifahan Utsman yaitu pada masa tahun-tahun awal jabatannya, Umat islam bersatu, tidak ada perselisihan. Kemudian pada akhir kekhalifahan Utsman terjadilah berbagai peristiwa yang mengakibatkan timbulnya perpecahana, muncullah kelompok pembuat fitnah dan kezhaliman, mereka membunuh Utsman, sehingga setelah itu umat islam pun berpecah-belah.
Pada masa kekhalifahan Ali juga muncul golongan syiah akan tetapi mereka menyembunyikan pemahaman mereka, mereka tidak menampakkannya kepada Ali dan para pengikutnya.
Saat itu mereka terbagi menjadi tiga golongan.
Golongan yang menganggap Ali sebagai Tuhan. Ketika mengetahui sekte ini Ali membakar mereka dan membuat parit-parit di depan pintu masjid Bani Kandah untuk membakar mereka. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya, dari Ibnu Abbas ia mengatakan, “Suatu ketika Ali memerangi dan membakar orang-orang zindiq (Syiah yang menuhankan Ali). Andaikan aku yang melakukannya aku tidak akan membakar mereka karena Nabi pernah melarang penyiksaan sebagaimana siksaan Allah (dibakar), akan tetapi aku pasti akan memenggal batang leher mereka, karena Nabi bersabda:
من بدل دينه فاقتلوه
“Barangsiapa yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah ia“Golongan Sabbah (pencela). Ali mendengar tentang Abu Sauda (Abdullah bin Saba’) bahwa ia pernah mencela Abu Bakar dan Umar, maka Ali mencarinya. Ada yang mengatakan bahwa Ali mencarinya untuk membunuhnya, akan tetapi ia melarikan diriGolongan Mufadhdhilah, yaitu mereka yang mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar. Padahal telah diriwayatkan secara mutawatir dari Nabi Muhammad bahwa beliau bersabda,
خير هذه الأمة بعد نبيها أبو بكر ثم عمر
 Sebaik-baik umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakar dan Umar”. Riwayat semacam ini dibawakan oleh imam Bukhari dalam kitab shahihnya, dari Muhammad bin Hanafiyyah bahwa ia bertanya kepada ayahnya, siapakah manusa terbaik setelah Rasulullah, ia menjawab Abu Bakar, kemudian siapa? dijawabnya, Umar
Dalam sejarah syiah mereka terpecah menjadi lima sekte yang utama yaitu Kaisaniyyah, Imamiyyah (rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat dan Ismailliyah. Dari kelima sekte tersebut lahir sekian banyak cabang-cabang sekte lainnya.
Dari lima sekte tersebut yang paling penting untuk diangkat adalah sekte imamiyyah atau rafidhah yang sejak dahulu hingga saat ini senantiasa berjuang keras untuk menghancurkan islam dan kaum muslimin, dengan berbagai cara kelompok ini terus berusaha menyebarkan berbagai macam kesesatannya, terlebih setelah berdirinya negara syiah, Iran yang menggulingkan rezim Syah Reza Pahlevi.
Rafidhah menurut bahasa arab bermakna meninggalkan, sedangkah dalam terminologi syariat bermakna mereka yang menolak kepemimpinan abu bakar dan umar, berlepas diri dari keduanya, mencela lagi menghina para sahabat nabi.
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata, “Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu?” Maka beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakr dan Umar.” (ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul hlm. 567, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah)
Sebutan “Rafidhah” ini erat kaitannya dengan Zaid bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abu Thalib dan para pengikutnya ketika memberontak kepada Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan di tahun 121 H. (Badzlul Majhud, 1/86)
Syaikh Abul Hasan al-Asy’ari berkata, “Tatkala Zaid bin ‘Ali muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai’atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakr dan ‘Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka beliaupun mengatakan kepada mereka:
رَفَضْتُمُوْنِي؟
Kalian tinggalkan aku?”
Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka “Rafadhtumuunii.” (Maqalatul Islamiyyin, 1/137). Demikian pula yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa (13/36).
Pencetus paham syiah ini adalah seorang yahudi dari negeri Yaman (Shan’a) yang bernama Abdullah bin saba’ al-himyari, yang menampakkan keislaman di masa kekhalifahan Utsman bin Affan.
Abdullah bin Saba’ mengenalkan ajarannya secara terang-terangan, ia kemudian menggalang massa, mengumumkan bahwa kepemimpinan (imamah) sesudah Nabi Muhammad seharusnya jatuh ke tangan Ali bin Abi Thalib karena petunjuk Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam (menurut persangkaan mereka).
Menurut Abdullah bin Saba’, Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut. Dalam Majmu’ Fatawa, 4/435, Abdullah bin Shaba menampakkan sikap ekstrem di dalam memuliakan Ali, dengan suatu slogan bahwa Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa).
Keyakinan itu berkembang terus-menerus dari waktu ke waktu, sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib. Ali yang mengetahui sikap berlebihan tersebut kemudian memerangi bahkan membakar mereka yang tidak mau bertaubat, sebagian dari mereka melarikan diri.
Abdullah bin Saba’, sang pendiri agamaSyi’ah ini, adalah seorang agen Yahudi yang penuh makar lagi buruk. Ia disusupkan di tengah-tengah umat Islam oleh orang-orang Yahudi untuk merusak tatanan agama dan masyarakat muslim. Awal kemunculannya adalah akhir masa kepemimpinan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Kemudian berlanjut di masa kepemimpinan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib. Dengan kedok keislaman, semangat amar ma’ruf nahi mungkar, dan bertopengkan tanassuk (giat beribadah), ia kemas berbagai misi jahatnya. Tak hanya aqidah sesat (bahkan kufur) yang ia tebarkan di tengah-tengah umat, gerakan provokasi massa pun dilakukannya untuk menggulingkan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Akibatnya, sang Khalifah terbunuh dalam keadaan terzalimi. Akibatnya pula, silang pendapat diantara para sahabat pun terjadi. (Lihat Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, 8/479, Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah Ibnu Abil ‘Izz hlm. 490, danKitab At-Tauhid karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hlm. 123)

Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Abu Bakar menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syi'ah dan Sunni dalam penafsiran Al-Qur'an, Hadits, mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi Hadits dari Muslim Syi'ah berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, sementara yang lainnya seperti Abu Hurairah tidak dipergunakan.
Tanpa memperhatikan perbedaan tentang khalifah, Syi'ah mengakui otoritas Imam Syi'ah (juga dikenal dengan Khalifah Ilahi) sebagai pemegang otoritas agama, walaupun sekte-sekte dalam Syi'ah berbeda dalam siapa pengganti para Imam dan Imam saat ini.
Dalam Syi'ah, ada Ushulud-din (perkara pokok dalam agama) dan Furu'ud-din (perkara cabang dalam agama). Syi'ah memiliki lima perkara pokok, yaitu:
1.Tauhid, bahwa Tuhan adalah Maha Esa.
2.Al-‘Adl, bahwa Tuhan adalah Mahaadil.
3.An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi'ah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia.
4.Al-Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian.
5.Al-Ma'ad, bahwa akan terjadinya Hari Kebangkitan.
Syi'ah terpecah menjadi 22 sub-sekte. Dari 22 sub-sekte itu, hanya tiga yang masih ada, yaitu syiah 12 imam, Islamiyah dan  Zaidiyah.
1.Syiah Ismailiyah
Kelompok ini tersebar di banyak negara, seperti Afganistan, India, Pakistan, Suriah, Yaman, serta beberapa negara barat, yakni Inggris dan Amerika Utara.
Kelompok ini meyakini Ismail, putra Imam Ja'far Ash-Shadiq, adalah imam yang menggantikan ayahnya, yang merupakan imam keenam dari aliran Syiah secara umum. Ismail dikabarkan wafat lima tahun sebelum ayahnya (Imam Ja'far) meninggal dunia. 
Namun menurut kelompok ini, Ismail belum wafat. Syiah Ismailiyah meyakini kelak Ismail akan tampil kembali di bumi sebagai Imam Mahdi. 
2.Syiah Az-Zaidiyah
Ini adalah kelompok Syiah pengikut Zaid bin Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib r.a. Zaid lahir pada 80 H dan terbunuh pada 122 H. Zaid dikenal sebagai tokoh yang melakukan perlawanan terhadap kekuasaan semena-mena yang diterapkan Yazid, putra Muawiyah pada zaman Bani Umayyah.
Kendati golongan ini yakin kedudukan Ali bin Abi Thalib ra lebih mulia ketimbang Abu Bakar, Umar, dan Utsman, mereka tetap mengakui ketiganya sebagai khalifah yang sah. Lantaran masih menganggap tiga sahabat nabi yang lain, Syiah Az-Zaidiyah dinamakan Ar-Rafidhah, yakni penolak untuk menyalahkan dan mencaci.
Dalam menetapkan hukum, kelompok ini menggunakan Al-Quran, sunah, dan nalar. Mereka tidak membatasi penerimaan hadis dari keluarga Nabi semata, tetapi mengandalkan juga riwayat dari sahabat-sahabat Nabi lainnya. 
3.Syiah Istna Asyariah
Kelompok ini dikenal juga dengan nama Imamiyah atau Ja'fariyah yang percaya 12 imam dari keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah SAW.
Syiah Istna Asyariah merupakan mayoritas penduduk Iran, Irak, dan ditemukan juga di beberapa daerah di Suriah, Kuwait, Bahrain, India, Saudi Arabia, dan beberapa daerah bekas Uni Sovyet. Ini adalah kelompok Syiah mayoritas.

POKOK-POKOK PENYIMPANGAN SYI’AH PADA PERIODE PERTAMA sbb:
Keyakinan bahwa Imam sesudah Rasulullah saw. Adalah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan sabda Nabi saw. Karena itu para Khalifah dituduh merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib r.a.
Keyakinan bahwa Imam mereka maksum (terjaga dari salah dan dosa).
Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat akan hidup kembali sebelum hari kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dll.
Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam mengetahui rahasia ghoib, baik yang lalu maupun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan Ali dan Imam.
Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para pengikut Abdullah bin Saba’ dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib karena keyakinan tersebut.
Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin Khatab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali terhadap orang yang meyakini kebohongan tersebut.
Keyakinan mencaci maki ara sahabat atau sebagian sahabat seperti Utsman bin Affan (lihat Dirasat fil Ahwaa’ wal Firaq wal Bida’ wa Mauqifus Salaf minhaa, Dr. Nashir bin Abd. Karim Al Aql, hal.237).
Pada abad kedua Hijriah perkembangan keyakinan Syi’ah semakin menjadi-jadi sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan terus berkembang sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti Sofawiyyah di Iran. Terakhir aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi Khomaeni dan dijadikan sebagai aliran resmi negara Iran sejak 1979.
POKOK-POKOK PENYIMPANGAN SYI’AH SECARA UMUM :
Pada Rukun Iman :
Syi’ah hanya memiliki 5 rukun Iman tanpa menyebut keimanan kepada para Malaikat, Rasul dan Qodho dan Qodar, yaitu : 1. Tauhid (Keesaan Allah), 2. Al ‘Adl (Keadilan Allah), 3. Nubuwwah (Kenabian), 4. Imamah (Kepemimpinan Imam), 5. Ma’ad (Hari kebangkitan dan pembalasan). (lihat ‘Aqa’idul Imamiyyah oleh Muhammad Ridho Mudhoffar dll.)
Pada Rukun Islam :
Syi’ah tidak mencantumkan Syahadatain dlm rukun Islam, yaitu : 1. Sholat, 2. Zakat, 3. Puasa, 4. Haji, 5. Wilayah (Perwalian) (lihat Al Kafie juz II hal. 18).
Syi’ah meyakini bahwa Al-Qur’an sekarang ini telah dirubah, ditambah atau dikurangi dari yg seharusnya. (lihat Al-Qur’an Surat Al _Baqarah/ 2:23). Karena itu mereka meyakini : Abu Abdillah (Imam Syi’ah) berkata : “Al-Qur’an yang dibawa oleh Jibril a.s. kepada Nabi Muhammad saw. Adalah tujuh belas ribu ayat (Al Kafi fil Ushul juz II hal 634). Al-Qur’an mereka yang berjumlah 17.000 ayat itu disebut Mushaf Fatimah (lihat kitab Syi’ah Al Kafi fil Ushul juz I hal 240-241 dan Fathul Khithob karangan Annuri Ath Thibrisy).
Syi’ah meyakini bahwa para sahabat sepeninggal Nabi saw. Mereka murtad, kecuali beberapa orang saja seperti : Al-Miqdad bin al_Aswad, Abu Dzar Al Ghifari dan Salman Al Farisy (Ar Raudhah minal Kafi juz VIII hal. 245, Al-Ushul minal Kafi juz hal. 244)
Syi’ah menggunakan senjata taqiyyah yaitu berbohong, dengan cara menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya, untuk mengelabuhi (Al Kafi fil Ushul juz II hal. 217)
Syi’ah percaya kepada Ar-Raj’ah yaitu kembalinya roh-roh ke jasad nya masing-masing di dunia ini sebelum Qiamat di kala Imam Ghaib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam kepada lawan-lawannya.
Syiah percaya kepada Al Bada’ yakni tampak bagi Allah dalam hal keimanan Ismail (yang telah dinobatkan keimanannya oleh ayahnya, Ja’far As-Shidiq, tetapi kemudian meninggal di saat ayahnya masih hidup) yang tadinya tidak tampak. Jadi bagi mereka , Allah boleh khilaf, tetapi Imam mereka tetap maksum (terjaga).
Syi’ah membolehkan nikah mut’ah yaitu nikah kontrak dengan jangka weaktu tertentu (lihat Tafsir Minhajus Shodiqin juz II hal. 493). Padahal hal itu telah diharamkan oleh Rasulukllah SAW Yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib sendiri.

Nikah Mut’ah
Nikah Mut’ah adalah perkawinan antara seorang lelaki dan wanita dengan maskawin tertentu untuk jangka waktu terbata yang berakhir dengan habisnya masa tersebut, di mana suami tidakberkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal kepada istri, serta tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya.
Ada enam perbedaan prinsip antara nikah mut’ah dan nikah sunnim (syar’I) :
Nikah mut’ah dibatasi oleh waktu, nikah sunni tidak dibatasi oleh waktu.
Nikah mut’ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam akad atau fasakh, sedangkan nikah sunni berakhir dengan talaq atau meninggal dunia.
Nikah mut’ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami istri, nikah sunni menimbulkan pewarisan antara keduanya.
Nikah mut’ah tidak membatasi jumlah istri, nikah sunni dibatasi dengan jumlah istri hingga maksimal empat orang.
Nikah mut’ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi,nikah sunni harus dilaksanakan dengan wali dan saksi.
Nikah mut’ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri.
Dalil-dalil haramnya nikah mut’ah :
Haramnya nikah mut’ah berlandaskan dalil-dalil hadits Nabi SAW Juga pendapat para ulama dari empat madzab.
Dalil dari hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim menyatakan bahwa dari Sabrah bin Ma’bad Al-Juhani, ia berkata, “Kami bersama Rasulullah saw. Dalam suatu perjalanan haji. Pada suatu saat kami berjalan bersama saudara sepupu kami dan bertemu dengan seorang wanita. Jiwa muda kami mengagumi wanita tersebut, sementara dia mengagumi selimut (selendang) yang dipakai oleh saudazraku itu. Kemudian wanita tadi berkata, “Ada selimut seperti selimut.’ Akhirnuya aku menikahinya dan tidur bersamanya satu malam. Keesokan harinya aku pergi ke Masjid Al-Haram, dan tiba-tiba aku melihat Nabi saw. sedang berpidato diantara pintu Ka’bah dan Hijr Ismail. Beliau bersabda, ‘Wahai sekalian manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk melakukan nikah mut’ah. Maka sekarang yang memiliki istri dengan cara nikah mut’ah, haruslah ia menceraikannya, dan segala sesuatu yang telah kalian berikan kepadanya janganlah kalian ambil lagi. Karena Allah Azza wa Jalla telah mengharamkan nikah mut’ah sampai hari Qiamat. (Shahih Muslim II/1024).
Dalil hadits lainnya : Dari Ali bin Abi Thalib r.a. ia berkata kepada Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi saw. Melarang nikah mut’ah dan memakan daging keledai jinak pada waktu perang Khgaibar. (Fath Al-Bari IX/71)
Pendapat para ulama
Berdasarkan hadits-hadits tersebut diatas, para ulama berpendapat sebagai berikut :
Dari madzab Hanafi, Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H) dalam kitabnya Al-Mabsuth (V/152) mengatakan, “Nikah mut’ah ini batil menurut madzab kami.” Demikian pula Imam Ala al Din Al-Kasani (wafat 587 H) dalam kitabnya Bada’I Al-Sana’I fi Tartib Al Syara’I (II/272) mengatakan, “Tidak boleh nikah yang bersifat sementara, ‘yaitu nikah mut’ah”.
Dari Madzab Maliki, Imam Ibnu Rusyd (wafat 595 H) dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa nihayah Al-Muqtashid (IV/325 s/d 334 mengatakan, “Hadits-hadits yang mengharamkan nikah mut’ah mencapai peringkat mutawatir.” Sementara itu Imam Malik bin Anas (wafat 179 H) mengatakan, “apabila seorang laki-laki menikahi seorang wanita dengan dibatasi waktu, maka nikahnya batil.”
Dari Madzab Syafi’I, Imam Al-Syafi’I (wafat 204 H) dalam kitabnya Al-Umm (V/85) mengatakan, “Nikah mut’ah yang dilarang itu adalah semua nikah yang dibatasi dengan waktu, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, seperti ucapan seorang laki-laki kepada seorang perempuan, aku nikahi kamu selama satu hari, sepuluh hari atau satu bulan”. Sementara itu Imam Nawawi (wafat676 H) dalam kitabnya Al-Majmu’ (XVII/356) mengatakan, “Nikah mut’ah tidak diperbolehkan, karena pernikahan itu pada dasarnya adalah suatu aqad yang bersifat mutlaq, maka tidak sah apabila dibatasi dengan waktu.”
Dari Madzab Hambali, Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) dalam kitabnya Al-Mughni (X/46) mengatakan, “Nikah mut’ah ini adalah nikah yang batil.” Ibnu Qudamah juga menukil pendapat Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 242 H) yang menegaskan bahwa nikah mut’ah adalah haram.
Dan masih banyak lagi kesesatan dan penyimpangan Syi’ah. Kami ingatkan kepada kaum muslimin agar waspada terhadap ajakan para propagandis Syi’ah yang biasanya mereka berkedok dengan nama “wajib mengikuti madzab Ahlul Bait”.
Sementara pada hakekatnya Ahlul Bait berlepas diri dari mereka, itulkah manipulasi mereka. Semoga AllahSWT selalu membimbing kita ke jalan yang lurus berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafus Sholih.
Berikut ulasan Syeikh Dawud yang redaksi kutip dari syiahindonesia.com.
1. Al-quran menurut pandangan Syiah
a. Mereka meyakini bahwa al-Quran tidak bisa dijadikan hujjah tanpa adanya para wali (Imam Syiah)
b. Mereka meyakini bahwa para imam mereka mempunyai pengetahuan khusus mengenai al-Quran yang tidak seorangpun bisa menyamainya.
c. Mereka meyakini bahwa perkataan para imam itu bisa menghapus ayat-ayat al-Quran, dan perkataan mereka bisa menjadikan yang muqoyyad menjadi mutlaq, dan yang ‘amm menjadi khosh.
2. As sunnah menurut pandangan Syiah
As sunnah menurut mereka adalah apa saja yang berasal dari orang yang ma’shum, baik itu perkataan, perbuatan, maupun taqrir (persetujuan). Pertama, adapun yang dimaksud dengan orang yang ma’shum versi mereka adalah Rasulullah saw dan kedua belas imam mereka. Oleh karena itu, salah satu ulama konteporer mereka mengatakan bahwa, “sesungguhnya keyakinan terhadap kema’shuman para imam itu menjadikan hadits-hadtis yang berasal dari mereka itu shohih tanpa mensyaratkan tersambungnya sanad kepada Nabi sebagaimana yang disyaratkan oleh Ahlus Sunnah. Kedua, hal ini karena imamah menurut mereka adalah penerus Nubuwah. Ketiga dan para imam itu sama seperti para Rasul, perkataan mereka adalah perkataan Allah dan perintah mereka adalah perintah Allah, mentaati mereka sama dengan mentaati Allah, dan bermaksiat kepada mereka sama dengan bermaksiat kepada Allah, dan para imam tidak berucap kecuali apa yang dari Allah dan apa yang diwahyukan Allah.4
3. Ijma’ menurut pandangan Syiah
Syiah tidak menganggap ijma’ para sahabat, kaum salaf dan ijma’nya umat Islam sebagai sebuah ijma (kesepakatan). Dan dalam hal ini mereka mempunyai keyakinan yang berbeda-beda. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa perkataan imam adalah ijma’, dan yang lainnya berpendapat bahwa hal-hal yang menyelisihi umat Islam itu terdapat petunjuk.
4. Qiyas. Adapun Qiyas menurut syiah pastilah berbeda dengan jalan para sahabat dan salafus sholeh. Hal ini karena al-Quran, as-Sunnah, dan ijma’ yang merupakan sumber-sumber Syiah ini berbeda dengan sumber-sumber Islam.
Dengan demikian, dapat disimpulkan dengan jelas bahwa agama Syiah sangatlah berbeda dengan ajaran Islam yang sebenarnya, sangat menyimpang jauh. Agama mereka bathil dan sesat, karena cara pandang mereka tentang sumber-sumber agama itu berbeda, maka berbeda pula agama yang mereka anut. Artinya bahwa Syiah itu bukan Islam dan bukan termasuk dari madzhab dalam Islam, sebagaimana klaim mereka dengan dalih bahwa madzhab dalam Islam tidak hanya 4, namun 5

Apa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah
Itsna Asyariyah ?
 Banyak orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) dianggap sekedar dalam masalah khilafiyah Furu’iyah, seperti perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah, antara Madzhab Safi’i dengan Madzhab Maliki.
Karenanya dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah, mereka berpendapat agar perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Selanjutnya mereka berharap, apabila antara NU dengan Muhammadiyah sekarang bisa diadakan pendekatan-pendekatan demi Ukhuwah Islamiyah, lalu mengapa antara Syiah dan Sunni tidak dilakukan ?.
Oleh karena itu, disaat Muslimin bangun melawan serangan Syiah, mereka menjadi penonton dan tidak ikut berkiprah.
Apa yang mereka harapkan tersebut, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas pada apa yang mereka ketahui.
Semua itu dikarenakan kurangnya informasi pada mereka, akan hakikat ajaran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Disamping kebiasaan berkomentar, sebelum memahami persoalan yang sebenarnya.
Sedangkan apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syiah yang sering berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syiah seperti perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzahab Syafi’i.
Padahal perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i, hanya dalam masalah Furu’iyah saja. Sedang perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah), maka perbedaan-perbedaannya disamping dalam Furuu’ juga dalam Ushuul.
Rukun Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya juga berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur'an mereka juga berbeda dengan Al-Qur'an kita (Ahlussunnah).
Apabila ada dari ulama mereka yang pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa Al-Qur'annya sama, maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sangat berbeda dan berlainan.
Sehingga tepatlah apabila ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan : Bahwa Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) adalah satu agama tersendiri.
Melihat pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian dari perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dengan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).

1.      Ahlussunnah         : Rukun Islam kita ada 5 (lima)
a)      Syahadatain
b)      As-Sholah
c)      As-Shoum
d)      Az-Zakah
e)      Al-Haj
Syiah                     : Rukun Islam Syiah juga ada 5 (lima) tapi berbeda:
a)      As-Sholah
b)      As-Shoum
c)      Az-Zakah
d)      Al-Haj
e)      Al wilayah

2.      Ahlussunnah         : Rukun Iman ada 6 (enam) :
a)      Iman kepada Allah
b)      Iman kepada Malaikat-malaikat Nya
c)      Iman kepada Kitab-kitab Nya
d)      Iman kepada Rasul Nya
e)      Iman kepada Yaumil Akhir / hari kiamat
f)       Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.
Syiah                     : Rukun Iman Syiah ada 5 (lima)*
a)      At-Tauhid
b)      An Nubuwwah
c)      Al Imamah
d)      Al Adlu
e)      Al Ma’ad

3.      Ahlussunnah         : Dua kalimat syahadat
Syiah                     : Tiga kalimat syahadat, disamping Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, masih ditambah dengan menyebut dua belas imam-imam mereka.

4.      Ahlussunnah         : Percaya kepada imam-imam tidak termasuk rukun iman. Adapun jumlah imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul imam-imam, sampai hari kiamat.
Karenanya membatasi imam-imam hanya dua belas (12) atau jumlah tertentu, tidak dibenarkan.
Syiah                     :  Percaya kepada dua belas imam-imam mereka, termasuk rukun iman. Karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas imam-imam mereka (seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah dianggap kafir dan akan masuk neraka.

5.      Ahlussunnah         : Khulafaurrosyidin yang diakui (sah) adalah :
a)      Abu Bakar
b)      Umar
c)      Utsman
d)      Ali Radhiallahu anhum
Syiah                     : Ketiga Khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman) tidak diakui oleh Syiah. Karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal Imam Ali sendiri membai'at dan mengakui kekhalifahan mereka):  

5.      Ahlussunnah         : Khalifah (Imam) adalah manusia biasa, yang tidak mempunyai sifat Ma’shum.
Berarti mereka dapat berbuat salah/ dosa/ lupa. Karena sifat Ma’shum, hanya dimiliki oleh para Nabi.
Syiah                     : Para imam yang jumlahnya dua belas tersebut mempunyai sifat Ma'’hum, seperti para Nabi.

6.      Ahlussunnah         : Dilarang mencaci-maki para sahabat.
Syiah                     : Mencaci-maki para sahabat tidak apa-apa bahkan Syiah berkeyakinan, bahwa para sahabat setelah Rasulullah SAW wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja. Alasannya karena para sahabat membai'at  Sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah.

7.      Ahlussunnah         :  Siti Aisyah istri Rasulullah sangat dihormati dan dicintai. Beliau adalah Ummul Mu’minin.
Syiah                     : Siti Aisyah dicaci-maki, difitnah, bahkan dikafirkan.

8.      Ahlussunnah         : Kitab-kitab hadits yang dipakai sandaran dan rujukan Ahlussunnah adalah Kutubussittah :
a)      Bukhari
b)      Muslim
c)      Abu Daud
d)      Turmudzi
e)      Ibnu Majah
f)       An Nasa’i
(kitab-kitab tersebut beredar dimana-mana dan dibaca oleh kaum Muslimin sedunia).
Syiah                     : Kitab-kitab Syiah ada empat :
a)      Al Kaafi
b)      Al Istibshor
c)      Man Laa Yah Dhuruhu Al Faqih
d)      Att Tahdziib
(Kitab-kitab tersebut tidak beredar, sebab kebohongannya takut diketahui oleh pengikut-pengikut Syiah). 

9.  Ahlussunnah         : Al-Qur'an tetap orisinil
Syiah                     : Al-Qur'an yang ada sekarang ini menurut pengakuan ulama Syiah tidak orisinil. Sudah dirubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah).

10.  Ahlussunnah         : Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul Nya.
Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul Nya.
Syiah                     : Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada Imam Ali, walaupun orang tersebut tidak taat kepada Rasulullah.
Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam Ali, walaupun orang tersebut taat kepada Rasulullah.

11.  Ahlussunnah         : Aqidah Raj’Ah tidak ada dalam ajaran Ahlussunnah. Raj’ah adalah besok diakhir zaman sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali. Dimana saat itu Ahlul Bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya.
Syiah                     : Raj’ah adalah salah satu aqidah Syiah. Dimana diceritakan : bahwa nanti diakhir zaman, Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia pergi ke Madinah untuk membangunkan Rasulullah, Imam Ali, Siti Fatimah serta Ahlul Bait yang lain.
Setelah mereka semuanya bai'at kepadanya, diapun selanjutnya membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah. Kemudian ketiga orang tersebut disiksa dan disalib, sampai mati seterusnya diulang-ulang sampai  ribuan kali. Sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka kepada Ahlul Bait.
Keterangan           : Orang Syiah mempunyai Imam Mahdi sendiri. Berlainan dengan Imam Mahdinya Ahlussunnah, yang akan membawa keadilan dan kedamaian.

12.  Ahlussunnah         : Mut’ah (kawin kontrak), sama dengan perbuatan zina dan hukumnya haram.
Syiah                     : Mut’ah sangat dianjurkan dan hukumnya halal. Halalnya Mut’ah ini dipakai oleh golongan Syiah untuk mempengaruhi para pemuda agar masuk Syiah. Padahal haramnya Mut’ah juga berlaku di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib.

13.  Ahlussunnah         : Khamer/ arak tidak suci.
Syiah                     : Khamer/ arak suci.

14.  Ahlussunnah         : Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap tidak suci.
Syiah                     : Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap suci dan mensucikan.

15.  Ahlussunnah         :  Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah.
Syiah                     : Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri membatalkan shalat.
(jadi shalatnya bangsa Indonesia yang diajarkan Wali Songo oleh orang-orang Syiah dihukum tidak sah/ batal, sebab meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri).

16.  Ahlussunnah         : Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah.
Syiah                     : Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat dianggap tidak sah/ batal shalatnya.
(Jadi shalatnya Muslimin di seluruh dunia dianggap tidak sah, karena mengucapkan Amin dalam shalatnya).
 17.  Ahlussunnah         : Shalat jama’ diperbolehkan bagi orang yang bepergian dan bagi orang yang mempunyai udzur syar’i.
Syiah                     : Shalat jama’ diperbolehkan walaupun tanpa alasan apapun.
 18.  Ahlussunnah         : Shalat Dhuha disunnahkan.
Syiah                     : Shalat Dhuha tidak dibenarkan.
(padahal semua Auliya’ dan salihin melakukan shalat Dhuha).
Demikian telah kami nukilkan perbedaan-perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).  Sengaja  kami  nukil  sedikit saja,  sebab apabila kami nukil
seluruhnya, maka akan memenuhi halaman-halaman buku ini.
Harapan kami semoga pembaca dapat memahami benar-benar perbedaan-perbedaan tersebut. Selanjutnya pembaca yang mengambil keputusan (sikap).
Masihkah mereka akan dipertahankan sebaga Muslimin dan Mukminin ? (walaupun dengan Muslimin berbeda segalanya).
Sebenarnya yang terpenting dari keterangan-keterangan diatas adalah agar masyarakat memahami benar-benar, bahwa perbedaan yang ada antara Ahlussunnah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) itu, disamping dalam Furuu’ (cabang-cabang agama) juga dalam Ushuul (pokok/ dasar agama).
Apabila tokoh-tokoh Syiah sering mengaburkan perbedaan-perbedaan tersebut, serta memberikan keterangan yang tidak sebenarnya, maka hal tersebut dapat kita maklumi, sebab mereka itu sudah memahami benar-benar, bahwa Muslimin Indonesia tidak akan terpengaruh atau tertarik pada Syiah, terkecuali apabila disesatkan (ditipu).
Oleh karena itu, sebagian besar orang-orang yang masuk Syiah adalah orang-orang yang tersesat, yang tertipu oleh bujuk rayu tokoh-tokoh Syiah.
Akhirnya, setelah kami menyampaikan perbedaan-perbedaan antara Ahlussunnah dengan Syiah, maka dalam kesempatan ini kami menghimbau kepada Alim Ulama serta para tokoh masyarakat, untuk selalu memberikan penerangan kepada umat Islam mengenai kesesatan ajaran Syiah. Begitu pula untuk selalu menggalang persatuan sesama Ahlussunnah dalam menghadapi rongrongan yang datangnya dari golongan Syiah. Serta lebih waspada dalam memantau gerakan Syiah didaerahnya. Sehingga bahaya yang selalu mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita dapat teratasi.
Selanjutnya kami mengharap dari aparat pemerintahan untuk lebih peka dalam menangani masalah Syiah di Indonesia. Sebab bagaimanapun, kita tidak menghendaki apa yang sudah mereka lakukan, baik di dalam negri maupun di luar negri, terulang di negara kita.
Semoga Allah selalu melindungi kita dari penyesatan orang-orang Syiah dan aqidahnya. Amin.

 Rujukan :
Dr. Nashir bin Abd. Karim Al Aql, Dirasat fil Ahwaa’ wal firaq wal Bida’ wa Mauqifus Salaf minha.
Drs. KH. Dawam Anwar dkk. Mengapa kita menolak Syi’ah.
H. Hartono Ahmad Jaiz, Di bawah bayang-bayang Soekarno-Soeharto.
Abdullah bin Said Al Junaid, Perbandingan antara Sunnah dan Syi’ah.
Dan lain-lain, kitab-kitab karangan orang Syi’ah.
Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam)
Wallaualamu bishowaab..

Ditulis Oleh : Ustadz Suhendi Al Khattab M.Pdi.

Tarbiyah Ruhiyah (Taqwa)


Kita sering mendengar kata Taqwa.  tetapi kita sebagai muslim belum memahami dan mengerti apalagi memaknai taqwa dalam kehidupan kita yang singkat ini. Mudah diucapkan namun Sangat sulit untuk direalisasikan. Mari kita bahas sedikit tentang Taqwa hari ini.
Bebrapa ungkapan Para Sahabat dan Ulama’. Taqwa itu adalah sbb:

1.  Taqwa : merupakan konsekuensi logis dari keimanan yang kokoh yang dipupuk dengan muraqabatullah, merasa takut terhadap murka dan azab-Nya dan selalu berharap atas limpahan karunia dan maghfiroh-Nya.  
2.  Taqwa : Hendaklah Allah tidak melihat kamu berada dalam larangan-larangan-Nya dan tidak kehilangan kamu di dalam perintah-perintah-Nya.  
3.  Taqwa : Mencegah diri dari azab Allah dengan berbuat amal sholeh dan takut kepada-Nya di kala sepi ataupun terang-terangan.  
4.  Taqwa : Hendaklah kamu berbuat taat kepada Allah, berada di atas cahaya-Nya dan takut kepada siksa-Nya (Ibnu Mas'ud)

Inti dari Taqwa ini adalah penyerahan diri kepada Allah, bahwa kita adalah makhluk ciptaanya sehingga kita wajib memenuhi semua PerintahNya dan Tidak melakukan apa-apa yang dilarang Allah. Baik diaat iman kita sedang naik atau turun, taqwa ini harus menjadi Buhul yang kuat yang senantiasa akan kita Gengam Erat.

Allah Menjanjikan Balasan Bagi kita yang bertaqwa pada Allah.  Hal ini Allah firmankan dalam Firman-firmannya, diantaranya.

1. Diberikan furqon (petunjuk yang dapat membedakan antara yang haq dan yang batil, dapat juga diartikan disini sebagai pertolongan) dan diampuni dosanya.“Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS.Al Anfal:29)

2.   Diberikan rahmat dan cahaya hidayah dari Allah.
":Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al  Hadiid : 28)


3.  Dimudahkan oleh Allah segala urusan.
‘…..Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” ( QS Ath  Thalaaq : 4)
4.       Ditutupi kesalahan-kesalahan dan dilipatgandakan pahala baginya oleh Allah.
Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.” ( QS Ath  Thalaaq : 5)


Begitu Besar Balasan Allah Terhadap Kita yang bertaqwa kepada Allah. Namun Masih banyak dari kita yang sulit untuk meraih predikat taqwa ini. Sering Jadi pertanyaan bagaimana cara meraih ketaqwaan ini. Berikut ini aka nana sampaikan beberapa diantaranya

1. Mu'ahadah (mengingat perjanjian) QS. An Nahl : 9 
Inti dari Taqwa ini adalah penyerahan diri kepada Allah, bahwa kita adalah makhluk ciptaanya sehingga kita wajib memenuhi semua PerintahNya dan Tidak melakukan apa-apa yang dilarang Allah. Baik diaat iman kita sedang naik atau turun, taqwa ini harus menjadi Buhul yang kuat yang senantiasa akan kita Gengam Erat.

Allah Menjanjikan Balasan Bagi kita yang bertaqwa pada Allah.  Hal ini Allah firmankan dalam Firman-firmannya, diantaranya.

   “Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS.Al Anfal:29)
    Caranya : Hendaklah seorang mu'min berkholwat (menyendiri) untuk menginstropeksi diri. Hanya antara dia dengan Allah. Ingatlah bahwa setiap hari kita berjanji dengan Allah minimal 17x dalam sholat. "Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in". 
      2. Muraqabatullah (merasakan kesertaan Allah) QS. Asy Syu’araa’ :218-219) 
    Merasakan keagungan Allah di setiap waktu dan keadaan serta merasakan kebersamaan-Nya di kala sepi ataupun ramai.
     Sebelum memulai suatu pekerjaan dan disaat mengerjakannya, hendaklah seorang mu'min memeriksa dirinya: Apakah setiap gerak dalam melaksanakan amal dan ketaatannya dimaksudkan untuk kepentingan pribadi dan mencari popularitas atau karena dorongan ridho Allah dan menghendaki pahala-Nya? 

          Macam-macam muraqabatullah : 
·  Muraqabatullah dalam melaksanakan keta'atan : ikhlas 
·  Muraqabatullah dalam kemaksiatan : taubat, penyesalan dan meninggalkannya 
· Muraqabatullah dalam hal yang mubah : menjaga adab-adab terhadap Allah dan  bersyukur atas nikmat-Nya 
· Muraqabatullah dalam musibah : ridho kepada ketentuan Allah serta memohon pertolongan-Nya dengan penuh kesabaran 

3. Muhasabah (instropeksi diri) QS. Al Hasyr :18 
 Hendaklah seorang mu'min menghisab dirinya ketika selesai melakukan amal perbuatan: Apakah tujuan amalnya untuk mendapatkan ridho Allah? Atau apakah amalnya dirembesi sifat riya'? Apakah ia sudah memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak manusia? 

4. Mu'aqobah (Pemberian Sanksi) QS. Al Baqarah :179 
 Jika seorang mu'min berbuat kesalahan maka tak pantas untuk membiarkannya, sebab akan mempermudah terlanggarnyakesalahan yang lain dan akan sulit meninggalkannya. Karena jika seseorang melakukan maksiat biasanya akan diikuti dengan maksiat yang lain.
Ibnul Qoyyim Al Jauziyah pernah berkata : Pada dasarnya manusia yang sudah terperangkap dalam kemaksiatan akan merasa sulit untuk keluar dan melepaskan diri darinya sebagaimana diucapkan oleh ulama salaf: 
 "Diantara dampak negatif maksiat adalah menimbulkan maksiat yang lain. Sedangkan pengaruh kebaikan adalah mendatangkan kebaikan berikutnya. Maka jika seorang hamba melakukan suatu kebaikan, kebaikan yang lainnya akan meminta untuk dilakukan, begitu seterusnya hingga hamba tersebut memperoleh keuntungan yang berlipat ganda dan kebaikan yang tiada sedikit Begitu pula halnya dengan kemaksiatan. Dengan demikian, ketaatan dan kemaksiatan merupakan sifat yang kokoh dan kuat serta menjadi kebiasaan yang yang teguh pada diri si pelaku".
 
 5. Mujahadah (optimalisasi) QS. Al Ankabuut:69 

 Apabila seorang mu'min terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia, dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah serta ketaatan yang lainnya tepat pada waktunya; maka ia harus memaksa dirinya melakukan amal-amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya.  

Selasa, 25 November 2014

Fiqh Dakwah Mustafa Mansyur (Prinsip dan Penyimpangan Dakwah


BAB I. JALAN DAKWAH

Sebagai pendahuluan bab ini, penulis memberikan penjelasan umum terkait dengan jalan dakwah. Tugas terbesar umat Islam ialah memimpin dunia, mengajar seluruh kemanusian kepada sistem Islam, membimbing cara hidup Islam, membimbing kepada ajaran yang baik, karena tanpa Islam, manusia tidak mungkin bahagia. Dimana tugas tersebut bukan tugas yang juz’iah, sampingan atau sebagian-sebagian serta bukan hanya mencapai tujuan-tujuan terbatas dalam aspek, tempat, daerah, bangsa, atau tanah air tertentu. Akan tetapi tugas ini merupakan satu tugas agung yang meliputi segenap sisi kehidupan demi kebaikan seluruh manusia bahkan untuk seluruh makhluk Allah. Karena Rasulullah diutus untuk membawa rahmat ke seluruh alam.
Tabiat jalan dakwah (seperti yang tercantum di dalam surat al-ankabut: 1-3) tidaklah mudah tetapi merupakan jalan yang sukar dan panjang. Dalam dakwah memerlukan kesabaran, ketekunan memikul beban berat, kemurahan hati, pemberian dan pengorbanan tanpa mengharap hasil yang segera, tanpa putus asa dan putus harapan. Dengan kata lain berusaha dengan sebaik mungkin dan menyerahkan hasilnya kepada Allah. Diingatkan pula bahwa selalu ada balasan baik bagi yang beriman dan bertakwa kepada ALLAH.
Ada tiga wasilah dan kebijaksanaan umum dalam dakwah, yaitu:
1. Iman yang mendalam (Iman Amiq)
2. Pembentukan yang rapi (Takwin Daqiq)
3. Usaha dan Amal yang berkesinambungan (Amal Mutawasil)
Ada tiga pula untuk tahapan dakwahnya yaitu:
1. Tahap penerangan (ta’rif) atau tahap propaganda
Dimana merupakan langkah pertama suatu perjalanan dakwah. Kesuksesan dan keselamatan tahap inilah yang menentukan dan akan mempengaruhi tahap-tahap selanjutnya. Dalam tahap ini diharuskan seorang muslim (aktivis dakwah) memahami islam dengan pemahama yang murni dan benar. Serta harus kembali kepada pedoman kita yang selalu dijaga oleh Allah SWT yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya. Dalam tahap ini juga para aktivis dakwah harus paham bahwa ketika menyampaikan dakwah dan peringatan harus mengemukakan keuniversalan islam dengan lengkap, utuh, total tanpa memisahkan antara satu bagian dan bagian lain atau bahkan menghapus satu bagian dari keseluruhan. Untuk mewujudkan cita-cita dalam memperkenalkan dan mengembangkan dakwah, seorang da’i harus memiliki sifat-sifat asasi dan harus berpegang pada uslub atau cara yang baik dan benar dalam pelaksanaan dakwahnya. Salah satunya yaitu harus menjadi contoh, teladan, dan model yang baik bagi Islam yang didakwahkan. Harus melaksanakan semua rukun Islam, mengikuti Sunnah dan cara hidup Rasulullah saw., menjauhi yang syubhat dan yang meragukan dan menjauhi segala yang haram. Serta senantiasa mengingat Allah dalam persolan kecil ataupun besar. Intinya adalah, seorang da’i harus mempunyai niat yang ikhlas dan kebulatan tekad semata-mata karena Allah dan dakwah Allah. Da’i juga dituntut punya pengetahuan luas, mengikuti perkembangan dan situasi, dan mengetahui berbagai aliran pemikiran dan ideologi modern.
2. Tahap pembinaan dan pembentukan (takwin)
Tahap ini harus mengikuti tahap sebelumnya agar tahap penerangan dan pengenalan ide dakwah tidak menjadi sia-sia dan tidak hilang tanpa bekas. Sebelum masuk ke tahap ini, para da’i harus mempersiapkan dirinya dengan melakukan perubahan yang menuju pada segala sesuatu yang Islami mulai dari dirinya sendiri. Ada ungkapan indah dari Hasan Al-Hudhaibi mengenai masalah ini, yaitu:
“Tegakkan daulah Islamiyah di dalam hatimu, agar ia tegak diatas bumimu”
Tujuan dari tahap ini adalah agar Islam mempunyai kader dakwah yang Islami. Islam tidak butuh banyak kader dakwah tapi tak ada satupun yang mempunyai karakter Islami. Yang dibutuhkan adalah muslim yang selamat aqidahnya, benar ibadahnya, teguh akhlaknya, pikirannya terdidik, badannya kuat, memiliki usaha yang mampu berdikari, ikhlas berqurban untuk diri sendiri dan orang lain, sanggup memerangi hawa nafsu, disiplin dalam segala urusannya dan memiliki nilai-nilai asasi bagi seorang da’i dan pendukung dakwah. Dalam tahap ini para kader dakwah dipersiapkan untuk bertempur menuju medan dakwah serta digembleng agar siap berjihad atas namaNya.
3. Tahap pelaksanaan (Tanfidz)
Tahap ini adalah tahap terakhir yang mana mempunyai tantangan lebih berat. Kesabaran, keilmuan, dan segala keahlian da’i yang telah digembleng sebelumnya akan di uji pada tahap ini.
Penyelewengan dakwah yang harus dihindari:
- Fitnah Ilmu: dapat menyebabkan dikeluarnya hukum baru yang sama sekali tidak ada di al-qur’an dan al-Hadits.
- Furu’iyah dan ushul: selalu memperdebatkan masalah tersebut dari bentuk lahiriahnya tanpa melihat dan mengurus isi/pokok (inti). Karena sebelum menyuruh seseorang yang diseur dengan hal-hal yang bersifat furu’iyah (cabang), terlebih dahulu bersama mereka harus mengukuhkan dan menegakkan masalah ushul (pokok) atau dasar aqidah Islam dalam diri kita.
- Keras dan Keterlaluan: para da’i harus waspada untuk tidak terlalu keras dan sangat keterlaluan dalam membebankan dirinya dengan melakukan tugas-tugas taat dan ibadah yang diluar kemampuannya. Juru dakwah harus dapat membedakan antara tindakan yang tegas penuh kesungguhan, dengan keterlaluan serta membebani diri di luar kemampuan. Amal yang sedikit tetapi kontinu itu lebih baik dari pada amal yang banyak tetapi terputus dan terhenti di tengah jalan.
- Sikap terburu-buru dan Kelonggaran: Sikap terburu-buru berbahaya karena mengakibatkan tindakan tanpa perencanaan yang matang. Selanjutnya, hal ini akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan yang dicita-citakan, bahkan dapat merusak dan membahayakan harakah Islam.
- Antara Politik dan Pendidikan: Dalam dakwah tidak boleh memandang enteng peranan tarbiyah (pendidikan) pembentukan dan perlunya beriltizam dengan ajaran Islam dalam membentuk asas dan dasar yang teguh. Dalam dakwah juga tidak boleh terburu-buru mempergunakan cara dan uslub politik menurut syarat dan cara partai-partai politik karena dengan begitu kita akan mudah terpedaya dengan kuantitas anggota yang diambil dan dianggap menguntungkan tanpa mewujudkan iltizam tarbiyah.
- Antara Dakwah dan Pribadi Manusia: karena Juru dakwah adalah manusia yang kadang kala benar dan kadang kala salah serta kadangkala berbeda pendapat. Tetapi diharapkan para da’i dapat mengkondisikan diri. Sehingga perbedaan pendapat tidak menjadikan para da’i merasa paling benar dan menjadi ahli debat dengan mengatas namakan dakwah. Hal ini akan menghancurkan segala usaha kita disebabkan waktu yang terbuang percuma untuk perdebatan, perpecahan, dan usaha untuk membuat perdamaian yang terus saja berulang jika muncul masalah baru.
Yang ada di sekitar penyelewengan:
- Kontradiksi dan Kesulitan: Seorang da’i harus terampil dalam mengamati lingkungannya. Karena banyaknya kondisi yang kontradiksi di masyarakat kita. Yang mana adanya masyarakat dihadapkan pada kehidupan yang penuh kemaksiatan dan kehidupan yang Islami yang bebas dari kemaksiatan. Jika tidak ada yang memberi petunjuk dan bimbingan terhadap jalan fikiran dikhawatirkan masyarakat akan memilih kehidupan yang penuh kemaksiatan daripada kehidupan yang bebas dari kemaksiatan.
- Siapa yang bertanggung jawab bila penyelewengan terjadi? Jawabannya adalah jamaah. Karena seharusnya jamaah inilah yang mengarahkan, menunjukkan dan membimbing mereka berjalan di jalan dakwah sesuai dengan perjalan Rasulullah saw. Dan terus diterapkan sampai ajal tiba.
- Syumul dan Pandangan Jauh: Bekerja untuk Islam harus mempunyai pandangan yang syumul (menyeluruh) dan mendalam serta berpandangan jauh. Karena jalan dakwah ini butuh strategi yang sudah diperhitungkan sebelumnya resiko apa yang akan diambil. karena berdasarkan pengalaman, semangat yang meluap-luap bukanlah bukti kekuatan iman, malah menunjukkan kedangkalan jiwanya dan kurangnya kesiapan serta tidak bersabar menghadapi penderitaan. Ingatlah bahwa permasalahan dakwah ini menginginkan perubahan menuju tegaknya Daulah Islamiyah ‘Alamiyah (Negara Islam sejagat) dan untuk seluruh manusia. Maka diperlukan pandangan yang syumul, perhatian, dan perhitungan sewajarnya.
- Jalan yang benar: Untuk mencapai tujuan yang telah dicita-citakan, agar yang bathil itu diubah dan daulah yang haq ditegakkan, bagaimanapun harus dilakukan dengan jalan yang benar dan tepat yaitu, dengan menanam dasar aqidah secarah kokoh di dalam jiwa, mendidik da mempersiapkan generasi mukmin yang benar dan mampu mambangun suatu perubahan, membangun rumah tangga muslim yang menampilkan Islam di segenap kegiatan dan aspek hidupnya, bekerja dan berusaha sungguh-sungguh memenangkan pendapat umum, agar mereka memihak dakwah Islam.
- Merubah Realitas dan Menghapus Kemungkaran: hal ini memang merupakan tujuan dakwah. Tapi sekali lagi, para da’i harus memperhatikan bahwa merubah realitas dan menghapus kemungkaran bukanlah dilakukan dengan tindakan serta merta dan memerangi secara langsung atau memasuki medan pertentangan. Teladan yang diberikan oleh Rasulullah pada penduduk Mekah patut dijadikan contoh. Beliau tidak langsung memerangi penduduk Mekah yang menyembah berhala. Tetapi menunggu waktu yang tepat dan masa yang tepat untuk menghancurkan berhala-berhala tersebut.
- Kesabaran, Ketahanan dan penyampaian dakwah: Tiga unsur ini sangat penting di peringkat pertama dakwah yaitu sabar, tetap bertahan (istiqomah), dan menyampaikan dakwah dengan tekun.
- Jihad dan Menjual diri untuk Allah. Kesadaran inilah yang harus dimiliki seorang da’i untuk mensukseskan jalan dakwah ini.
Bagaimanapun, penyelewengan fikrah (pemikiran) lebih berbahaya dari pada penyelewengan harakiah (gerakan).
Rintangan atau Halangan Dakwah:
a. Manusia berpaling dari dakwah: Bagaimanapun seorang da’i memang harus memiliki sifat sabar dan selalu sabar. Jangan berkecil hati untuk sambutan pertama dari target dakwah kita. Sebagaimana Allah berfirman: “Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan” (Al-Maidah:99) selebihnya serahkan pada Allah. Karena Allah-lah yang menentukan siapa yang pantas untuk mendapatkan hidayah-Nya. Dan jangan pula bernggapan bahwa sambutan mereka yang pertama terhadap dakwah telah mencukupi dan memadai untuk meneruskan dan mengekalkan kesadaran mereka terhadap tugas mereka kepada Allah dan Islam. Mereka harus tetap diperhatikan. Karena manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Sehingga dengan terusnya mengingatkan akan memperkokoh jalan dakwah ini.
b. Olok-olok dan Ejekan: marah ketika diejek atau diolok-olok adalah manusiawi. Tetappi di sini, seorang da’i dituntut untuk melatih diri supaya menerima segala gangguan, olok-olok dan penghinaan dengan kesabaran dan doa untuk target dakwah kita agar diberi hidayah, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Hal ini sesuai dengan janji Allah dalam surat Fushilat ayat 33. Dan jadilah seperti apa yang dikatakan imam Hasan al-Banna: “Jadilah kamu manusia yang seperti pohon buah-buahan, apabila dilempar dengan batu, pohon itu bahkan melempari manusia dengan buah-buahannya”.
c. Penyiksaan: ingatlah firman Allah Surat Al-baqarah ayat 214. Penyiksaaan ini merupakan ujian da’i dalam menyampaikan kebenaran dan itu merupakan Sunnatullah. Itulah mengapa diharuskan bagi para da’i untuk memperkuat tekadnya, mengukuhkan kemauan sejak bermulanya langkah pertama di atas dakwah.
d. Kelaparan dan Kesenangan setelah Kesusahan
e. Jabatan dan alat mencari Rezeki
f. Istri dan Anak: oleh karena itu seorang Da’i harus selektif dalam memilih Istri. Carilah Istri yang solihah yang mana nantinya akan menjadi menyokong untuk kesuksesan dakwah ini dan mendidik anak-anak menjadi anak-anak yang akan meneruskan perjuangan. Bukannya menjadi halangan dalam kesuksesan dakwah.
g. Mabuk dunia dan Harta
h. Suara penghalang yang melemahkan: maksudnya suara dari lingkungan sekitar. Yang mana dapat berupa saran, ajakan, ajaran-ajaran, dan ancaman dari mereka yang lemah kemauan dan dangkal cita-citanya meneruskan perjalan dakwah karena mementingkan kesenangan di dunia yang semu. Atau, ancaman tersebut datangnya dari musuh-musuh Allah. Untuk menguatkan lihat firman Allah pada surat Ali Imran: 172-175, Ali Imran ayat 139, An-nisa ayat 104, dan Ali Imran ayat 146. Dan juga kata-kata mutiara dari Imam Hasan Al-Banna sehubungan dengan masalah ini adalah: “Kekuatan yang paling bagus apabila ia berada dalam kebenaran, dan kelemahan yang paling buruk kalau ia berada di hadapan kebathilan”
i. Kekerasan Hati karena lama tidak Aktif: untuk menjaga diri dari rintangan ini, pendukung dakwah harus memelihara dirinya supaya tidak terasing dari saudara-saudaranya, supaya senatiasa berada di dalam amal danusaha dakwah, tolong menolong di dalam kebaikan, wasiat-mewasiati tentang kebenaran dengan kesabaran.
j. Waspada sepanjang masa terhadap rintangan apapun yang akan melanda dan senantiasa berlindung kepada Allah (Al-A’raaf:200)
Perbaiki dirimu dan seru Orang lain:
a. Ibadah yang benar
b. Akhlak yang Kuat
c. Wawasan berfikir (tsaqafatul fikri)
Tiga aspek dasar tsaqafatul fikri:
1. Memahami Islam secara betul dan menyeluruh
2. Mengetahui persoalan-persoalan yang patut diketahui oleh orang-orang yang aktif dalam gerakan Islam.
3. Memantapkan spesialisasi ilmu yang dimiliki.
d. Kesehatan Jasmani
e. Aspek penting lainnya:
- Berjihad untuk dirinya
- Berguna kepada manusia
- Menjaga waktunya
- Disiplin dalam segala urusannya
- Mampu bekerja untuk memenuhi keperluan hidupnya.
Cara mewujudkan perbaikan:
- Adanya pelaksana program yang sesuai dengan Risalah Ta’alim Hasan al-Banna
- Mengamalkan wirid
- Muhasabah setiap hari
Tujuan memperbaiki diri adalah melahirkan kader-kader aqidah yang ideal. Sedangkan Tujuan menyeru orang lain adalah untuk memperbanyak golongan mukminin yang benar, yang satu sama lainnya saling berkasih saying, yang memiliki dasar keimanan yang kokoh.
Tegakkan Keluarga Muslim
- Memilih calon Pasangan: Rasulullah bersabda:”Wanita itu dinikahi karena empat unsur: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dank arena agamanya. Maka kamu hendaknya memilih wanita yang beragama, agar kamu berbahagia”
- Beriltizam dengan ketentuan Islam
- Kebahagiaan Keluarga yang dicita-citakan: Allah telah berfirman: “dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya di antara kamu rasa kasih sayang” (Ar-Rum:21)
- Perkawinan itu Ibadah
- Perkawinan itu saling percaya mempercayai
- Perkawinan adalah sebuah syarikat yang dipimpin suami
- Perkawinan adalah tanggung jawab dan amanah
- Rumah tangga Muslim merupakan Risalah
- Rumah tangga muslim sebagai pusat pancaran cahaya
Marilah bersaudara
- Binalah persaudaraan karena Allah
- Saling ingat mengingatkan antara kita
- Galakkanlah Mekanisme saling mewasiati
- Hendaknya tetap dalam jalan dakwah

BAB II. PRINSIP DAN PENYIMPANGAN GERAKAN ISLAM

Bentuk-bentuk penyimpangan dakwah:
1. Penyimpangan Tujuan (ghoyah): Dakwah yang bertujuan selain Allah.
Hal ini dipengaruhi oleh:
- Penyakit Hati: Riya’, ghurur (lupa diri), sombong, ego-centris dan gila popularitas
- Tidak memahami urgensi keikhlasan: masalah keikhlasan ini banyak tercantum di dalam al-qur’an. Az-zumar:11-12, Az-zumar:14, Al-Bayyinah ayat:5, Al-An’am:162-163
2. Penyimpangan dari Sasaran Utama (ahdaf): kepada sasaran yang sifatnya juz’iyah (sektoral). Imam Hasan al- Banna menjelaskan bahwa sasaran dakwah yang dituju adalah menegakkan agama Allah dibumi dengan mendirikan Daulah Islamiyah dan mengembalikan khilafah: termasuk menyampaikan Islam kepada seluruh manusia.
Bentuk-bentuk penyimpangan:
- Pemisahan sasaran
- Pembatasan Negara
- Hanya untuk kekuasaan
- Pembatasan Islam yang Parsial
3. Persoalan jama’ah dan Komitmen (Iltizam):
- Meremehkan amal jama’i
- Banyaknya jama’ah dan pemimpin
- Friksi-friksi dalam jama’ah
- Bergantung pada individu yang lebih kuat
- Menimbulkan perselisihan
- Keluar dari jama’ah
- Tidak memenuhi arkan bai’ah
- Perasaan lebih tinggi
4. Persoalan Pemahaman (fahm):
- Mengadopsi pemikiran yang jelas-jelas bertentangan dengan pemahaman yang benar tentang Islam, Al-Qur’an, Sunnah Nabinya.
- Berupaya untuk mengebiri nilai as Sunnah-Nabawiyah, yaitu menggunakan al-qur’an saja, memenangkan pandangan rasional atas hadits shahih, upaya menyeret Islam untuk kepentingan penguasa dengan dalih pengembangan dan pembaharuan.
- Berupaya memaksakan semua anggota jama’ah untuk mengikuti suatu pendapat dalam masalah furu’ yang mempunyai beberapa pendapat.
- Membesarkan masalah juz’iyah dan far’iyah dengan mengorbankan masalah kulliyat (prinsip)
- Pengebirian Islam dalam pelaksanaannya padahal kita diwajibkan menyuguhkan Islam secara kamil (utuh)
5. Persoalan langkah (khiththah) operasional dan sasarannya sesuai dengan tuntunan Rasulullah dalam berdakwah. Namun, ada beberapa penyimpangan yang mungkin terjadi dalam langkah operasional, yaitu:
- Mengikuti Pola partai Politik : mengutamakan kuantitas bukan kualitas
- Tidak memperhatikan factor tarbiyah (pembinaan)
- Mengabaikan unsur persatuan dan potensi jalinan antar individu: “Dan janganlah kamu bertikai, karena dengan sebab itu kamu akan gagal dan kehilangan kekuatan” (Al-Anfal:46)
- Mengabaikan pemeliharaan potensi struktur jama’ah dan komitmen keanggotaan
- Penyimpangan-penyimpangan yang berkaitan dengan masalah jihad dan persiapannya
- Faham kedaerahan
- Menerima prinsip dan ideology sekuler
- Mendorong jama’ah untuk didominasi orang lain
- Berpartisipasi dalam pemerintahan yang tidak menjalankan hukum Allah
- Berkoalisi bersama musuh dengan mengorbankan prinsip dan tujuan
- Mengabaikan prinsip syura (musyawarah) dan nasihat
- Mementingkan formalitas, bukan esensinya serta mengutamakan perdebatan dan diskusi daripada kerja
- Reaksioner tanpa perencanaan
- Mengarah kepada pertarungan sampingan dan persoalan Far’iyah
- Memisahkan diri dari masyarakat
Sekitar ujian dan cobaan
- Ujian merupakan sunnah dakwah: Al-Baqarah: 214,155, Al-Ankabut:1-3, Ali Imran: 179, Al-An’am:34, Muhammad 31
- Kesalahan dalam memandang ujian:
a. Anggapan bahwa ujian bukan hal yang wajar terjadi di atas jalan Dakwah.
b. Pemahaman yang salah ketika ujian telah mengguncangnya
c. Beranggapan bahwa ujian dapat dihindari dengan sedikit bertindak bijaksana dan taksis (diplomasi dengan musuh)
d. Berlindung dan mendukung orang-orang zhalim serta menyatakan keluar dari jama’ah dan menyerangnya karena ingin menghindari ancaman pemenjaraan dan penyiksaan
e. Tidak ada keteguhan dan kekuatan dalam menanggung derita
f. Pada sebagian orang yang menduduki jabatan penting, menuduh jeleknya seleksi dari pihak pimpinan
g. Tidak mengambil hikmah Allah dan penempaan serta seleksi yang terkandung dalam ujian
h. Tidak memaklumi orang yang tidak tahan menanggung kerasnya siksaan dan orang yang lemah
i. Terlalu berlebihan untuk menghentikan gangguan dan penyiksaan terhadap sesama anggota dengan bentuk apa saja.
j. Menganggap ujian sebagai pukulan keras yang mematikan atau melumpuhkan
k. Menghentikan dakwah agar tidak mendapa siksaan baru
l. Mempersempit aktivitas dakwah yang menyinggung musuh atau penguasa
m. Menjangkitnya penyakit keputusasaan dengan sebab ujian
“Sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang beriman bersamanya: ‘bilakah datangnya pertolongan Allah?’Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (Al-baqarah: 214)
- Faktor-faktor keberhasilan yang dapat menundukkan rintangan:
a. Kekuatan dakwah kita: Al-baqarah:138
b. Keperluan dunia terhadap dakwah kita
c. Kemuliaaan tujuan kita
d. Dukungan Allah kepada kita
“Dan Allah berkuasa atas urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Yusuf: 21)
Sikap menghadapi Musuh dan Kekuatannya
- Kesalahan dalam memandang musuh:
a. Membesar-besarkan kekuatan Musuh: Al-Fath:4, Muhammad: 4, 35 Al-Anfal 12,17
b. Terlalu meremehkan kekuatan musuh
c. Buruknya system pemilihan pimpinan militer
d. Berkelompok dan saling berkhianat di kalangan pimpinan: al- Anfal: 45-46, As-Shah: 4
e. Spontanitas
f. Mengikutsertakan orang-orang yang lemah iman dan munafiq: At-Taubah: 47-48
g. Bangga dengan mayoritas: At-Taubah: 25-26, Ali Imran: 126
h. Merasa berat ke dunia dan tidak menyambut panggilan jihad: At-Taubah 38-39
i. Mundur dari medan pertempuran: Al-Anfal: 15-16
j. Merasa sombong dan congkak pada saat kemenangan
k. Jatuh mental dan semangat pada saat terjadi serangan: ali Imran 139-141, 171-175

BAB III. IKHWANUL MUSLIMIN MENJAWAB GUGATAN

Persoalan Pertama
- Islam Agama Jama’ah... Agama Akhirat dan dunia
- Menegakkan Negara Islam yang memberikan kekuasaan pada Dien Allah.
- Asy-Syahid Hasan Al- Banna Menggariskan jalan dakwah sesuai sirah Rasulullah dalam menghadapi realitas serta agar kita beramal jama’i
Persoalan Kedua
- Sifat-sifat Jama’ah:
a. Pertama, jama’ah harus mengembalikan seluruh manusia, terutama para Aktivis Islam kepada pemahaman yang bersih, menyeluruh dan benar tentang Islam
b. Kedua, jama’ah yang berusaha mewujudkan tuntutan-tuntutan dan semua kewajiban Islam harus mempunyai program menegakkan Negara Islam, Khilafah Islamiyah dan kekuasaan Allah di muka bumi
c. Ketiga, jama’ah harus menempuh metode (manhaj) yang benar dalam mewujudkan kewajiban dakwah yaitu: mempersiapkan kekuatan aqidah, kekuatan persaudaraan, kemudian kekuatan senjata
d. Keempat, jama’ah ini harus sedapat mungkin bias bekerja di seluruh penjuru dunia Islam
e. Kelima, memilih jama’ah yang lebih memiliki pengalaman di jalan dakwah agar tidak terjadi pemborosan waktu, potensi dan nyawa.
- Jama’ah Ikhwanul Muslimin memenuhi persyaratan
- Jama’ah Ikwan secara keseluruhan menempuh jalan yang benar
Persoalan Ketiga
- Ikwanul Muslimin dan garis perjuangan Imam al-Banna yang mana adanya pemahaman, salah satu dari “dua puluh prinsip”, tidak adanya perdebatan panjang masalah perbedaan fiqhiah, sasaran Ikhwanul Muslimin yaitu:
Pertama, membebaskan negeri Islam dari semua kekuatan asing
Kedua, menegakkan, dinegeri yang merdeka ini, suatu Negara Islam yang akan memberlakukan hukum-hukun Islam, menerapkan system sosialnya, mengumumkan prinsip-prinsipnya yang lurus, dan menyampaikan dakwahnya yang arif kepada semua manusia
dan tujuan Ikhwanul Muslimin pada hakekatnya mencari Ridha Allah.
- Sarana-sarana umum yang dipergunakan dalam gerakan dakwah ikhwanul muslimin, yaitu:
a. Iman yang mendalam (Iman Amiq)
b. Pembentukan yang rapi (Takwin Daqiq)
c. Usaha dan Amal yang berkesinambungan (Amal Mutawasil)
- Tahapan gerakan dakwah Ikwanul Muslimin, yaitu:
a. Ta’rif (pengenalan)
b. Takwin (pembentukan)
c. Tanfidz (pelaksanaan)
- Arkan al-Bai’at Hasan al-Banna agar terpelihara dari perubahan dan penyimpangan, yaitu:
a. Membentuk pribadi Muslim
b. Membentuk Rumah tangga Muslim
c. Membentuk masyarakat Muslim
d. Membebaskan Negara Islam dari semua kekuasaan Asing
e. Menegakkan Negara Islam
f. Mengembalikan eksistensi umat Islam secara Internasional sehingga tercapainya Khilafah Islamiyah
g. Akhirnya Memimpin dunia melalui penyebaran dakwah Islam ke segenap penjuru dunia
Persoalan Keempat
- Sampai sekarang Belum Tegaknya Negara Islam. Hal ini dikarenakan yang ingin dicapai Ikhwanul Muslimin yaitu Negara universal bukan Negara kecil. Sehingga semua ini memberikan dimensi lain bagi watak pergumulan antara pembela al-haq dan pembela al-bathil, yang harus diperhitungkan.
- Ikhwan tidak memugar, tetapi mendirikan yang baru
- Perubahan total, kerja Ikhwanul Muslimin terhadap empat fenomena berikut:
a. Sebagian besar Negara-negara Islam berada di bawah jajahan militer para musuh Allah
b. Sebagian besar kaum muslimin tidak mengetahui hakekat agama mereka
c. Semangat jihad fi sabilillah hampir tidak ada
d. Semangat beragama hamper terbatas pada kalangan kaum tua saja. Inipun dalam bentuknya yang negarif
Persoalan Kelima
- Kembali kepada Sirah Nabawiyah, kembali kepada prinsip, menanggapi tribulasi dan gangguan dengan bijaksana karena sesungguhnya tribulasi dan gangguan-gangguan itu bukannya menghancurkan dakwah kita tetapi merupakan sunnatullah yang berbentuk penggemblengan. Jangan menyalahkan pemimpin atas terjadinya tribulasi dan ganguan-gangguan tersebut. Karena akan menimbulkan keraguan dalam jalan dakwah ini.
Persoalan Keenam
- Saku para da’i dan sumber dana Ikhwanul Muslimin berasal dari para anggota jama’ah yang ikhlas lillahi ta’ala menyerahkannya untuk kemudahan jalan dakwah Ikhwanul Muslimin. Hal ini sesuai dengan firman Allah: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin, diri, dan harta mereka dengan memberi surga kepada mereka”(At-Taubah:111)
- Senantiasa menerapkan prinsip Syura (Musyawarah)
- Ikhwanul Muslimin mengasihi dan menghimpun, di samping mencintai dan bekerja
- Orang-orang Ikhlas karena Allah tidak perlu “berkedok”
- Ikhwanul Muslimin bukan Agent atau antek salah satu pemerintahan tertentu
Persoalan Ketujuh
- Masih saja muncul pertanyaan dan gugatan sekitar beberapa masalah yaitu masalah bahwa Ikwanul muslimin mengklaim jama’ah mereka adalah Jam’aatu Muslimin dan orang-orang di luarnya bukan Muslim. Itu SALAH. Selain itu juga, Masalah ikhwan dan polotik, masalah ikhwan dengan jama’ah-jama’ah yang lain, masalah ikhwan yang terlalu mengagungkan iman Hasan al-Banna, masalah ikhwan dan Tasawuf, masalah ikhwan dan persoalan takfir, masalah ikhwan dan prinsip salaf, serta masalah ikhtilaf akan ijtihad dari setiap individu, anggota jama’ah.

BAB IV. DAKWAH FARDIYAH

Tahapan-Tahapan Dakwah Fardiyah
- Tahap Pertama, membina hubungan dan mengenal setiap orang yang hendak didakwahi
- Tahap Kedua, membangkitkan iman yang mengendap dalam jiwa
- Tahap Ketiga, membantu memperbaiki keadaan dirinya dengan mengenalkan perkara-perkara yang bernuansa ketaatan kepada Allah dan bentuk-bentuk ibadah yang diwajibkan.
- Tahapan Keempat, menjelaskan tentang pengertian ibadah secara syamil (menyeluruh/komprehensif) dan harus memenuhi dua syarat dalam pelaksanaannya yaitu: niat yang benar (karena Allah) dan menepati syara’ (mengikuti Rasulullah)
- Tahap Kelima, menjelaskan bahwa keberagaman kita tidak cukup hanya dengan keislaman diri kita sendiri, hanya dengan seorang muslim yang taat menjalankan kewajiban ritual, berperilaku baik dan tidak menyakiti orang lain, lalu selain itu tidak ada lagi. (pembicaraan seputar pembangkitan rasa tanggung jawab terhadap dakwah Islam)
- Tahapan Keenam, menjelaskan bahwa kewajiban di atas tidak mungkin dapat ditunaikan secara individu
- Tahapan Ketujuh, menjelaskan jama’ah mana yang bagus utuk mad’u bergabung di dalamnya. Hal ini butuh penjelasan penuh hikmah dan kekuatan argumentasi serta meyakinkan
Pesan-Pesan Khusus untuk Dakwah Fardiyah:
- Giat dan sungguh-sungguh dalam beramal, melakukan pengecekan evaluasi secara rutin agar dapat meneruskan perjalanan dakwah dengan tenang dan sukses
- Mereka yang menjalankan Dakwah Fardiyah sebaiknya diarahkan dan diberi bimbingan dalam hal metode, pengertian-pengertian, dan urutan tahapan-tahapan dakwah
- Membantu aktifitas dakwah mad’u

BAB V. QADHAYA ASASIYAH DALAM DAKWAH
Qadhaya Asasiyah (issu-issu dakwah yang bersifat asasi) dapat membantu membentengi dakwah dan para pembelanya dari penyimpangan, kemandegan dan keterpecahbelahan. Beberapa qadhiyyah tersebut adalah:
1. Pandangan yang jelas
2. Kesinambungan (Istimrariyah)
3. Pertumbuhan dan Kekuatan
4. Menjaga Orisinalitas
5. Perencanaan dan Pengembangan serta Pembaruan
6. Kesatuan Pandangan
7. Bekerja dalam lapangan dakwah (‘amal shalih)
8. Pewarisan dan Regenerasi yang Mantap
9. Evaluasi

BAB VI. KEZALIMAN

Kezaliman dan para pelakunya
“Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir'aun (kepada Fir'aun): "Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri Ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?". Fir'aun menjawab: "Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka; dan Sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka".” (Al-A’raf:127)
“Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami." Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (Al-Baqarah 165-167)
Kezaliman pasti akan berakhir
“Maka orang-orang yang zalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am:45)
Zhalim dan orang-orang yang dizhalimi
- Bagi orang-orang yang dizhalimi:
a. Ikhlaskan Niat
b. Bersyukur karena mendapat perlakuan zhalim dalam upaya memperjuangkan agama-Nya
c. Bersabarlah. “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang Sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”(Al-Baqarah: 155-157)
d. Selalu ingat bahwa Tribulasi adalah sunnatullah dalam jalan dakwah
e. Sabar tidak berarti ridha dengan Kezhaliman
f. Berlindung kepada Allah: at-Thalaq:2-4 Az-zumar: 36 At-Taubah:51 Ibrahim 12, 84-86 Ali Imran 172-175 al-Anbiya’:87
g. Hal-hal yang meringankan kepedihan:
• Hadapkan diri dengan Kitabullah, baca dengan khusu’
• Sholat: al-Baqarah:153
• Sering-seringlah berdo’a
• Yakinkan pada diri bahwa apa yang dipilihkan oleh Allah untukmu itu sungguh-sungguh baik untukmu, walaupun secara lahir nampak buruk dan tidak disukai oleh jiwamu: Albaqarah:216
• Yakinlah pertolongan Allah selalu ada: Al-Hajj:14
h. Sibukkan diri dengan Kebaikan
i. Waspadalah:
• Jangan sampai karena penyiksaan melontarkan kata-kata mencaci, melaknat atau bahkan menghukumi orang lain kafir. Tetapi doakan mereka dengan cara yang baik (al-Hijr:85)
• Jangan sampai menyebut-nyebut kesabaran atau ketegaranmu dalam menghadapi ujian
• Jangan sampai merasa iri dengan saudara Muslim yang tidak mendapat penyiksaan dan berhura-hura. Sehingga kita menuduh mereka “Kufur”.
• Jangan sampai merasa bahwa kesabaran dan ketegaran itu merupakan kemampuanmu dan kehendakmu. Padahal hal itu adalah anugerah dari Allah. Seharusnya memuji Allah atas Karunia-Nya
• Janganlah merasa puas dan yakin bahwa kamu sudah mencapai derajat atau tingkatan yang tinggi bila terus mendapat siksaan. Tapi seharusnya senantiasa mohon perlindungannya
• Waspadalah terhadap ujian atau cobaan yang berupa kebaikan. Contohnya keselamatan dari penyiksaan dan cobaan nikmat dunia.

BAB VII. AL-QIYADAH WAL JUNDIYAH

Kewajiban ber’amal jama’i
Karakter dakwah Islamiyyah saat ini mewajibkan setiap muslim bergerak dan berusaha mewujudkan seluruh tuntutan Islam. Setiap muslim wajib berusaha mewujudkan dan menegakkan Daulah Islamiyyah ‘Alamiyyah, suatu pemerintahan Islam internasional. Tujuan tersebut hanya dapat dicapai dengan Amal Jam’i. Maka Amal Jama’I adalah wajib, sebagaimana kaidah usul fiqh “suatu yang tidak sempurna pelaksanaannya kecuali dilaksanakn dengan-nya, maka sesuatu (yang membuat sempurna) itu wajib”. Islam bukan “dien- ndividual” Islam, tapi Islam adalah ad-dien ummah wahidah, satu tanah air satu tubuh Islam menyeru pada ke-satu-padu-an kaum muslimin. Allah berfirman;
“dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali (Ad-Dien) Allah, dan jaganlah bercerai-berai..” (Ali Imran: 103)
Jama’ah Harus Memiliki Manhaj, Pimpinan dan Anggota
Imam Hasan al-Banna mengatakan :
“mengulang kaji seluruh organisasi atau riwayat bangsa-bangsa, anda akan mendapati bahwa asas keberhasilan, kebangkitan dan pembangunannya adalah adalah adanya manhaj…”.
Maka, satu jama’ah tidak akan bernilai jika pimpinanan tidak berwibawa dan tidak ditaati anggotanya dalam persoalan yang ma’ruf, bukan dalam persoalan yang munkar dan makshiyat.
Pimpinan dalam satu jama’ah, ibarat kepala bagi tubuh. Pimpinan juga merupakan lambang kekuatan, persatuan, keutuhan dan disiplin shaff. Persatuan adalah lambang kekuatan, namun pimpinan tiak boleh hanya sebatas lambang. Maka, pimpinan memerlukan kemampuan, kelayakkan dan keprimaan. Selain itu pimpinan tidak boleh bertindak secara inkonstitusional, ia harus tunduk pada ketentuan jama’ah. Kita harus berhati-hati dalam memilih pimpinan. Jangan memilih pimpinan secara pilih-kasih dan kong kali-kong-(Hadis dari Ibnu Abbas, riwayat al-Hakam dan disahkan oleh Syuyuthi), selanjutnya tidak boleh memberikan jabatan/amanah pada orang yang memintanya- (Hadis dari Abu Musa, riwayat Syaikhan, abu Daud dan Nasa’I).
Sebagaimana dalam Sirah Rasulullah, tampak jelas bahwa beliau mendidik dan membina generasi muslim pertama dengan ajaran Al-Qur’an. Mereka menjadi tiang-pondasi kuat bagi Daulah Islamiyyah di Madinah. Nabi mempersatukan kaum muslim dalam ikatan “persaudaraan “ se-Aqidah-Islam. Tajjarut----Ta’rief----Tanfidz.

ATURAN DAN ADAB PERGAULAN PIMPINAN DAN ANGGOTA

Saling menghormati dan Menghargai
Sebagaimana hadits Nabi SAW;
“Barang siapa taat pada-ku maka dia taat pada Allah, dan barang siapa durhaka pada-ku maka dia durhaka pada Allah. Dan barang siapa taat pada amir maka ia taat pada-ku, dan barang siapa durhaka pada amir maka ia durhaka pada-ku”
Adab Pergaulan dan Komunikasi
Menghindari perkataan yang menyinggung hati, berburuk sangka dan tidak pantas. Katankanlah yang benar namun dengan cara yang ma’ruf.
Saling Mempercayai dan Berbaik Sangka
Allah berfirman; “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah dari banyak berprasangka. Sungguh sebagian prasangka itu dosa, dan jaganlah kamu mencari-cari kesalahan, jagan menggunjing sebagian yang lain. Sukakah kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentu kamu merasa jijik atas hal itu. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang.” (Al-Hujurat : 12)
Saling Menasehati
Rasul bersabda; “Ad-dien adalh nasihat. Kami bertanya, “untuk siapa”? Rasulullah menjawab, “bagi Allah, Rasul-Nya, Kitab-nya pemimpin-pemimpin kaum Muslimin dan orang-orang awam.
Saling Mencintai dan Bersaudara
Firman Allah; “dan katakanlah pada hamba-hamba-Ku, hendaknya mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesunguhnya syaitan adalah penimbul perselisihan di antara mereka. Sungguh syaitan adalah musuh yang nyata bagimu”. (Al-Isra : 53)
Mempererat Hubungan antara Pimpinan dan anggota
Tali hubungan/komunikasi laksana urat syaraf dalam tubuh. Bila mekanisme komunikasi lumpuh, maka amal jama’ah akan terganggu, malah akan melumpuhkan seluruh gerakkan.
Hal pergantian Pimpinan
Beramal jama’ah dalm tingkatan apapun adalah ibadah pada Allah. Tidak boleh merasa berat untuk beramal dan bergerak dibawah pimpinan dan komando yang baru. Setiap anggota jama’ah harus siap dan selalu mempersiapkan diri untuk mengemban amnah menjadi pimpinan tatkala tiba waktunya.
Tunduk pada Hukum Allah dan Rasul-Nya
Sangat jelas sebagaimana dalam Al-Qur’an :An-nisa ayat 59, 65 dan Al-Ahzab ayat 36).
Mengkaji berbagai Harokah dan membina pengalaman

Pimpinan dan anggota harus bersama-sama memperbaiki (islah) gerakan dan hendaknya mengkaji sejarah pergerakan Islam yang lain. Selalu mengambil segi positif dan meninggalkan ke-mudlaratan bagi jama’ah.