الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ
وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Segala puji bagi Allah, kita
memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan, dan petunjuk-Nya. Kita
berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amal kita.
Barang siapa mendapat dari petunjuk Allah maka tidak akan ada yang menyesatkannya,
dan barang siapa yang sesat maka tidak ada pemberi petunjuknya baginya. Aku
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan
Rasul-Nya. Ya Allah, semoga doa dan keselamatan tercurah pada Muhammad dan
keluarganya, dan sahabat dan siapa saja yang mendapat petunjuk hingga hari
kiamat.
Pada dewasa ini aliran syiah merupakan salah stu aliran yang actual di
bicarakan dalam berbagai media, baik media elektronik maupun cetak. Aliran
syiah telah dikecam sebagai aliran yang sesat dan menyesatkan karena ajarnnya
yang dianggap telah melanggar kaidah dalam agama islam.
Semoga kajian ini dapat memberikan pemhaman yang syumul/utuh, obyektif, dan
valid mengenai Syi’ah, yang pada gilirannya dapat memperkaya wawasan kita
sebagai seorang muslim, serta terhindar dari aliran yang sesat.
Apakah sebenarnya aliran syiah itu :
Syiah adalah aliran sempalan
dalam Islam dan Syiah merupakan salah satu dari sekian banyak aliran-aliran
sempalan dalam Islam.
Sedangkan yang dimaksud dengan aliran sempalan dalam Islam adalah aliran yang
ajaran-ajarannya menyempal atau menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya
yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW, atau dalam bahasa agamanya disebut
Ahli Bid’ah.
Selanjutnya oleh karena aliran-aliran Syiah itu bermacam-macam, ada aliran Syiah
Zaidiyah ada aliran Syiah Imamiyah Itsna Asyariah ada aliran Syiah Ismailiyah
dll, maka saat ini apabila kita menyebut kata Syiah, maka yang dimaksud adalah
aliran Syiah Imamiyah Itsna Asyariah yang sedang berkembang di negara kita dan
berpusat di Iran atau yang sering disebut dengan Syiah Khumainiyah.
Hal mana karena Syiah inilah yang sekarang menjadi penyebab adanya keresahan
dan permusuhan serta perpecahan didalam masyarakat, sehingga mengganggu dan
merusak persatuan dan kesatuan bangsa kita.
Tokoh-tokoh Syiah inilah yang sekarang sedang giat-giatnya menyesatkan umat
Islam dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Sekrg kita akn membahas..
تعريف شيعة ......Defenisi Syiah
Syi’ah (Bahasa Arab: شيعة, Bahasa Persia: شیعه) ialah salah satu aliran atau
mazhab dalam Islam. Syi'ah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah Sunni
pertama seperti juga Sunni menolak Imam dari Imam Syi'ah. Bentuk tunggal dari
Syi'ah adalah Syi'i (Bahasa Arab: شيعي.) menunjuk kepada pengikut dari Ahlul
Bait dan Imam Ali. Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan
10% menganut aliran Syi'ah.
Istilah Syi'ah berasal dari
kata Bahasa Arab شيعة Syī`ah. Bentuk tunggal dari kata ini adalah
Syī`ī شيعي.
"Syi'ah" adalah
bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syi`ah `Ali شيعة علي artinya
"pengikut Ali"
Syi'ah menurut etimologi bahasa
Arab bermakna: pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap
kaum yang berkumpul di atas suatu perkara.Adapun menurut terminologi syariat
bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib sangat utama di
antara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum
muslimin, demikian pula anak cucunya sepeninggal beliau. Saw.
Syi'ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan
bergulirnya waktu, Syi'ah mengalami perpecahan sebagaimana Sunni juga mengalami
perpecahan mazhab.
Muslim Syi'ah percaya bahwa
Keluarga Muhammad (yaitu para Imam Syi'ah) adalah sumber pengetahuan terbaik
tentang Qur'an dan Islam, guru terbaik tentang Islam setelah Nabi Muhammad SAW,
dan pembawa serta penjaga tepercaya dari tradisi Sunnah.
Secara khusus, Muslim Syi'ah
berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib, yaitu sepupu dan menantu Nabi Muhammad
SAW dan kepala keluarga Ahlul Bait, adalah penerus kekhalifahan setelah Nabi
Muhammad SAW, yang berbeda dengan khalifah lainnya yang diakui oleh Muslim
Sunni. Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dipilih melalui perintah langsung oleh
Nabi Muhammad SAW, dan perintah Nabi berarti wahyu dari Allah.(
Riwayat di Durul Mansur milik Jalaluddin As-Suyuti)
Syiah mulai muncul setelah
pembunuhan khalifah Utsman bin ‘Affan. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar,
masa-masa awal kekhalifahan Utsman yaitu pada masa tahun-tahun awal jabatannya,
Umat islam bersatu, tidak ada perselisihan. Kemudian pada akhir kekhalifahan
Utsman terjadilah berbagai peristiwa yang mengakibatkan timbulnya perpecahana,
muncullah kelompok pembuat fitnah dan kezhaliman, mereka membunuh Utsman,
sehingga setelah itu umat islam pun berpecah-belah.
Pada masa kekhalifahan Ali juga
muncul golongan syiah akan tetapi mereka menyembunyikan pemahaman mereka,
mereka tidak menampakkannya kepada Ali dan para pengikutnya.
Saat itu mereka terbagi menjadi
tiga golongan.
Golongan yang menganggap Ali
sebagai Tuhan. Ketika mengetahui sekte ini Ali membakar mereka dan membuat
parit-parit di depan pintu masjid Bani Kandah untuk membakar mereka. Imam
Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya, dari Ibnu Abbas ia mengatakan,
“Suatu ketika Ali memerangi dan membakar orang-orang zindiq (Syiah yang
menuhankan Ali). Andaikan aku yang melakukannya aku tidak akan membakar mereka
karena Nabi pernah melarang penyiksaan sebagaimana siksaan Allah (dibakar),
akan tetapi aku pasti akan memenggal batang leher mereka, karena Nabi bersabda:
من بدل دينه فاقتلوه
“Barangsiapa yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah
ia“Golongan Sabbah (pencela). Ali mendengar tentang Abu Sauda
(Abdullah bin Saba’) bahwa ia pernah mencela Abu Bakar dan Umar, maka Ali mencarinya.
Ada yang mengatakan bahwa Ali mencarinya untuk membunuhnya, akan tetapi ia
melarikan diriGolongan Mufadhdhilah, yaitu mereka yang mengutamakan Ali
atas Abu Bakar dan Umar. Padahal telah diriwayatkan
secara mutawatir dari Nabi Muhammad bahwa beliau bersabda,
خير هذه الأمة بعد نبيها أبو بكر
ثم عمر
“Sebaik-baik umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakar dan Umar”. Riwayat semacam
ini dibawakan oleh imam Bukhari dalam kitab shahihnya, dari Muhammad bin
Hanafiyyah bahwa ia bertanya kepada ayahnya, siapakah manusa terbaik setelah
Rasulullah, ia menjawab Abu Bakar, kemudian siapa? dijawabnya, Umar
Dalam sejarah syiah mereka terpecah menjadi lima sekte yang utama yaitu
Kaisaniyyah, Imamiyyah (rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat dan Ismailliyah. Dari
kelima sekte tersebut lahir sekian banyak cabang-cabang sekte lainnya.
Dari lima sekte tersebut yang
paling penting untuk diangkat adalah sekte imamiyyah atau rafidhah yang sejak
dahulu hingga saat ini senantiasa berjuang keras untuk menghancurkan islam dan
kaum muslimin, dengan berbagai cara kelompok ini terus berusaha menyebarkan
berbagai macam kesesatannya, terlebih setelah berdirinya negara syiah, Iran
yang menggulingkan rezim Syah Reza Pahlevi.
Rafidhah menurut bahasa arab
bermakna meninggalkan, sedangkah dalam terminologi syariat bermakna mereka yang
menolak kepemimpinan abu bakar dan umar, berlepas diri dari keduanya, mencela
lagi menghina para sahabat nabi.
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal
berkata, “Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu?” Maka beliau
menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakr dan Umar.”
(ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul hlm. 567, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah)
Sebutan “Rafidhah” ini erat
kaitannya dengan Zaid bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abu Thalib dan para
pengikutnya ketika memberontak kepada Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan di
tahun 121 H. (Badzlul Majhud, 1/86)
Syaikh Abul Hasan al-Asy’ari
berkata, “Tatkala Zaid bin ‘Ali muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut
yang membai’atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakr
dan ‘Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya)
meninggalkannya. Maka beliaupun mengatakan kepada mereka:
رَفَضْتُمُوْنِي؟
“Kalian
tinggalkan aku?”
Maka dikatakanlah bahwa
penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka
“Rafadhtumuunii.” (Maqalatul Islamiyyin, 1/137). Demikian pula yang
dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’
Fatawa (13/36).
Pencetus paham syiah ini adalah
seorang yahudi dari negeri Yaman (Shan’a) yang bernama Abdullah bin saba’
al-himyari, yang menampakkan keislaman di masa kekhalifahan Utsman bin Affan.
Abdullah bin Saba’ mengenalkan
ajarannya secara terang-terangan, ia kemudian menggalang massa, mengumumkan
bahwa kepemimpinan (imamah) sesudah Nabi Muhammad seharusnya jatuh ke tangan
Ali bin Abi Thalib karena petunjuk Nabishallallahu ‘alaihi wa
sallam (menurut persangkaan mereka).
Menurut Abdullah bin Saba’,
Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut.
Dalam Majmu’ Fatawa, 4/435, Abdullah bin Shaba menampakkan sikap ekstrem di
dalam memuliakan Ali, dengan suatu slogan bahwa Ali yang berhak menjadi imam
(khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa).
Keyakinan itu berkembang
terus-menerus dari waktu ke waktu, sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib.
Ali yang mengetahui sikap berlebihan tersebut kemudian memerangi bahkan
membakar mereka yang tidak mau bertaubat, sebagian dari mereka melarikan diri.
Abdullah bin Saba’, sang
pendiri agamaSyi’ah ini, adalah seorang agen Yahudi yang penuh makar lagi
buruk. Ia disusupkan di tengah-tengah umat Islam oleh orang-orang Yahudi untuk
merusak tatanan agama dan masyarakat muslim. Awal kemunculannya adalah akhir
masa kepemimpinan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Kemudian berlanjut di masa
kepemimpinan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib. Dengan kedok keislaman, semangat
amar ma’ruf nahi mungkar, dan bertopengkan tanassuk (giat beribadah), ia kemas
berbagai misi jahatnya. Tak hanya aqidah sesat (bahkan kufur) yang ia tebarkan
di tengah-tengah umat, gerakan provokasi massa pun dilakukannya untuk
menggulingkan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Akibatnya, sang Khalifah terbunuh
dalam keadaan terzalimi. Akibatnya pula, silang pendapat diantara para sahabat
pun terjadi. (Lihat Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah, 8/479, Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah Ibnu Abil ‘Izz
hlm. 490, danKitab At-Tauhid karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
hlm. 123)
Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Abu Bakar menjadikan perbedaan
pandangan yang tajam antara Syi'ah dan Sunni dalam penafsiran Al-Qur'an,
Hadits, mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi Hadits
dari Muslim Syi'ah berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, sementara yang lainnya
seperti Abu Hurairah tidak dipergunakan.
Tanpa memperhatikan perbedaan tentang khalifah, Syi'ah mengakui otoritas Imam
Syi'ah (juga dikenal dengan Khalifah Ilahi) sebagai pemegang otoritas
agama, walaupun sekte-sekte dalam Syi'ah berbeda dalam siapa pengganti para
Imam dan Imam saat ini.
Dalam Syi'ah,
ada Ushulud-din (perkara pokok dalam agama)
dan Furu'ud-din (perkara cabang dalam agama). Syi'ah memiliki lima
perkara pokok, yaitu:
1.Tauhid, bahwa Tuhan adalah Maha Esa.
2.Al-‘Adl, bahwa Tuhan adalah Mahaadil.
3.An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi'ah meyakini keberadaan para nabi sebagai
pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia.
4.Al-Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam yang senantiasa memimpin umat
sebagai penerus risalah kenabian.
5.Al-Ma'ad, bahwa akan terjadinya Hari Kebangkitan.
Syi'ah terpecah menjadi 22
sub-sekte. Dari 22 sub-sekte itu, hanya tiga yang masih ada, yaitu syiah 12
imam, Islamiyah dan Zaidiyah.
1.Syiah Ismailiyah
Kelompok ini tersebar di banyak negara, seperti Afganistan, India, Pakistan,
Suriah, Yaman, serta beberapa negara barat, yakni Inggris dan Amerika Utara.
Kelompok ini meyakini Ismail,
putra Imam Ja'far Ash-Shadiq, adalah imam yang menggantikan ayahnya, yang
merupakan imam keenam dari aliran Syiah secara umum. Ismail dikabarkan wafat
lima tahun sebelum ayahnya (Imam Ja'far) meninggal dunia.
Namun menurut kelompok ini,
Ismail belum wafat. Syiah Ismailiyah meyakini kelak Ismail akan tampil kembali
di bumi sebagai Imam Mahdi.
2.Syiah Az-Zaidiyah
Ini adalah kelompok Syiah pengikut Zaid bin Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin
Husain bin Ali bin Abi Thalib r.a. Zaid lahir pada 80 H dan terbunuh pada 122 H.
Zaid dikenal sebagai tokoh yang melakukan perlawanan terhadap kekuasaan
semena-mena yang diterapkan Yazid, putra Muawiyah pada zaman Bani Umayyah.
Kendati golongan ini yakin
kedudukan Ali bin Abi Thalib ra lebih mulia ketimbang Abu Bakar, Umar, dan
Utsman, mereka tetap mengakui ketiganya sebagai khalifah yang sah. Lantaran
masih menganggap tiga sahabat nabi yang lain, Syiah Az-Zaidiyah dinamakan
Ar-Rafidhah, yakni penolak untuk menyalahkan dan mencaci.
Dalam menetapkan hukum,
kelompok ini menggunakan Al-Quran, sunah, dan nalar. Mereka tidak membatasi
penerimaan hadis dari keluarga Nabi semata, tetapi mengandalkan juga riwayat
dari sahabat-sahabat Nabi lainnya.
3.Syiah Istna Asyariah
Kelompok ini dikenal juga dengan nama Imamiyah atau Ja'fariyah yang percaya 12
imam dari keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah
SAW.
Syiah Istna Asyariah merupakan
mayoritas penduduk Iran, Irak, dan ditemukan juga di beberapa daerah di Suriah,
Kuwait, Bahrain, India, Saudi Arabia, dan beberapa daerah bekas Uni Sovyet. Ini
adalah kelompok Syiah mayoritas.
POKOK-POKOK PENYIMPANGAN SYI’AH PADA PERIODE PERTAMA sbb:
Keyakinan bahwa Imam sesudah
Rasulullah saw. Adalah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan sabda Nabi saw. Karena
itu para Khalifah dituduh merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib
r.a.
Keyakinan bahwa Imam mereka maksum (terjaga dari salah dan dosa).
Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat akan hidup
kembali sebelum hari kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu
Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dll.
Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam mengetahui rahasia ghoib, baik
yang lalu maupun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan Ali dan
Imam.
Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para
pengikut Abdullah bin Saba’ dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi
Thalib karena keyakinan tersebut.
Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin Khatab.
Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali terhadap orang yang
meyakini kebohongan tersebut.
Keyakinan mencaci maki ara sahabat atau sebagian sahabat seperti Utsman bin
Affan (lihat Dirasat fil Ahwaa’ wal Firaq wal Bida’ wa Mauqifus Salaf minhaa,
Dr. Nashir bin Abd. Karim Al Aql, hal.237).
Pada abad kedua Hijriah perkembangan keyakinan Syi’ah semakin menjadi-jadi
sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan terus
berkembang sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti
Sofawiyyah di Iran. Terakhir aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi
Khomaeni dan dijadikan sebagai aliran resmi negara Iran sejak 1979.
POKOK-POKOK PENYIMPANGAN SYI’AH
SECARA UMUM :
Pada Rukun Iman :
Syi’ah hanya memiliki 5 rukun Iman tanpa menyebut keimanan kepada para
Malaikat, Rasul dan Qodho dan Qodar, yaitu : 1. Tauhid (Keesaan Allah), 2. Al
‘Adl (Keadilan Allah), 3. Nubuwwah (Kenabian), 4. Imamah (Kepemimpinan Imam),
5. Ma’ad (Hari kebangkitan dan pembalasan). (lihat ‘Aqa’idul Imamiyyah oleh
Muhammad Ridho Mudhoffar dll.)
Pada Rukun Islam :
Syi’ah tidak mencantumkan
Syahadatain dlm rukun Islam, yaitu : 1. Sholat, 2. Zakat, 3. Puasa, 4. Haji, 5.
Wilayah (Perwalian) (lihat Al Kafie juz II hal. 18).
Syi’ah meyakini bahwa Al-Qur’an sekarang ini telah dirubah, ditambah atau
dikurangi dari yg seharusnya. (lihat Al-Qur’an Surat Al _Baqarah/ 2:23). Karena
itu mereka meyakini : Abu Abdillah (Imam Syi’ah) berkata : “Al-Qur’an yang
dibawa oleh Jibril a.s. kepada Nabi Muhammad saw. Adalah tujuh belas ribu ayat
(Al Kafi fil Ushul juz II hal 634). Al-Qur’an mereka yang berjumlah 17.000 ayat
itu disebut Mushaf Fatimah (lihat kitab Syi’ah Al Kafi fil Ushul juz I hal
240-241 dan Fathul Khithob karangan Annuri Ath Thibrisy).
Syi’ah meyakini bahwa para sahabat sepeninggal Nabi saw. Mereka murtad, kecuali
beberapa orang saja seperti : Al-Miqdad bin al_Aswad, Abu Dzar Al Ghifari dan
Salman Al Farisy (Ar Raudhah minal Kafi juz VIII hal. 245, Al-Ushul minal Kafi
juz hal. 244)
Syi’ah menggunakan senjata taqiyyah yaitu berbohong, dengan cara menampakkan
sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya, untuk mengelabuhi (Al Kafi fil
Ushul juz II hal. 217)
Syi’ah percaya kepada Ar-Raj’ah yaitu kembalinya roh-roh ke jasad nya
masing-masing di dunia ini sebelum Qiamat di kala Imam Ghaib mereka keluar dari
persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam
kepada lawan-lawannya.
Syiah percaya kepada Al Bada’ yakni tampak bagi Allah dalam hal keimanan Ismail
(yang telah dinobatkan keimanannya oleh ayahnya, Ja’far As-Shidiq, tetapi
kemudian meninggal di saat ayahnya masih hidup) yang tadinya tidak tampak. Jadi
bagi mereka , Allah boleh khilaf, tetapi Imam mereka tetap maksum (terjaga).
Syi’ah membolehkan nikah mut’ah yaitu nikah kontrak dengan jangka weaktu
tertentu (lihat Tafsir Minhajus Shodiqin juz II hal. 493). Padahal hal itu
telah diharamkan oleh Rasulukllah SAW Yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib
sendiri.
Nikah Mut’ah
Nikah Mut’ah adalah perkawinan
antara seorang lelaki dan wanita dengan maskawin tertentu untuk jangka waktu
terbata yang berakhir dengan habisnya masa tersebut, di mana suami
tidakberkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal kepada istri, serta
tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya.
Ada enam perbedaan prinsip
antara nikah mut’ah dan nikah sunnim (syar’I) :
Nikah mut’ah dibatasi oleh
waktu, nikah sunni tidak dibatasi oleh waktu.
Nikah mut’ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam akad atau
fasakh, sedangkan nikah sunni berakhir dengan talaq atau meninggal dunia.
Nikah mut’ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami istri, nikah sunni
menimbulkan pewarisan antara keduanya.
Nikah mut’ah tidak membatasi jumlah istri, nikah sunni dibatasi dengan jumlah
istri hingga maksimal empat orang.
Nikah mut’ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi,nikah sunni harus
dilaksanakan dengan wali dan saksi.
Nikah mut’ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri.
Dalil-dalil haramnya nikah
mut’ah :
Haramnya nikah mut’ah
berlandaskan dalil-dalil hadits Nabi SAW Juga pendapat para ulama dari empat
madzab.
Dalil dari hadits Nabi saw yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shahih Muslim menyatakan bahwa
dari Sabrah bin Ma’bad Al-Juhani, ia berkata, “Kami bersama Rasulullah saw.
Dalam suatu perjalanan haji. Pada suatu saat kami berjalan bersama saudara
sepupu kami dan bertemu dengan seorang wanita. Jiwa muda kami mengagumi wanita
tersebut, sementara dia mengagumi selimut (selendang) yang dipakai oleh
saudazraku itu. Kemudian wanita tadi berkata, “Ada selimut seperti selimut.’
Akhirnuya aku menikahinya dan tidur bersamanya satu malam. Keesokan harinya aku
pergi ke Masjid Al-Haram, dan tiba-tiba aku melihat Nabi saw. sedang berpidato
diantara pintu Ka’bah dan Hijr Ismail. Beliau bersabda, ‘Wahai sekalian
manusia, aku pernah mengizinkan kepada kalian untuk melakukan nikah mut’ah.
Maka sekarang yang memiliki istri dengan cara nikah mut’ah, haruslah ia
menceraikannya, dan segala sesuatu yang telah kalian berikan kepadanya
janganlah kalian ambil lagi. Karena Allah Azza wa Jalla telah mengharamkan
nikah mut’ah sampai hari Qiamat. (Shahih Muslim II/1024).
Dalil hadits lainnya : Dari Ali
bin Abi Thalib r.a. ia berkata kepada Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi saw. Melarang
nikah mut’ah dan memakan daging keledai jinak pada waktu perang Khgaibar. (Fath
Al-Bari IX/71)
Pendapat para ulama
Berdasarkan hadits-hadits
tersebut diatas, para ulama berpendapat sebagai berikut :
Dari madzab Hanafi, Imam
Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H) dalam kitabnya Al-Mabsuth (V/152)
mengatakan, “Nikah mut’ah ini batil menurut madzab kami.” Demikian pula Imam
Ala al Din Al-Kasani (wafat 587 H) dalam kitabnya Bada’I Al-Sana’I fi Tartib Al
Syara’I (II/272) mengatakan, “Tidak boleh nikah yang bersifat sementara, ‘yaitu
nikah mut’ah”.
Dari Madzab Maliki, Imam Ibnu Rusyd (wafat 595 H) dalam kitabnya Bidayatul
Mujtahid wa nihayah Al-Muqtashid (IV/325 s/d 334 mengatakan, “Hadits-hadits
yang mengharamkan nikah mut’ah mencapai peringkat mutawatir.” Sementara itu
Imam Malik bin Anas (wafat 179 H) mengatakan, “apabila seorang laki-laki
menikahi seorang wanita dengan dibatasi waktu, maka nikahnya batil.”
Dari Madzab Syafi’I, Imam Al-Syafi’I (wafat 204 H) dalam kitabnya Al-Umm (V/85)
mengatakan, “Nikah mut’ah yang dilarang itu adalah semua nikah yang dibatasi
dengan waktu, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, seperti ucapan
seorang laki-laki kepada seorang perempuan, aku nikahi kamu selama satu hari,
sepuluh hari atau satu bulan”. Sementara itu Imam Nawawi (wafat676 H) dalam
kitabnya Al-Majmu’ (XVII/356) mengatakan, “Nikah mut’ah tidak diperbolehkan,
karena pernikahan itu pada dasarnya adalah suatu aqad yang bersifat mutlaq,
maka tidak sah apabila dibatasi dengan waktu.”
Dari Madzab Hambali, Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) dalam kitabnya Al-Mughni
(X/46) mengatakan, “Nikah mut’ah ini adalah nikah yang batil.” Ibnu Qudamah
juga menukil pendapat Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 242 H) yang menegaskan bahwa
nikah mut’ah adalah haram.
Dan masih banyak lagi kesesatan
dan penyimpangan Syi’ah. Kami ingatkan kepada kaum muslimin agar waspada
terhadap ajakan para propagandis Syi’ah yang biasanya mereka berkedok dengan
nama “wajib mengikuti madzab Ahlul Bait”.
Sementara pada hakekatnya Ahlul
Bait berlepas diri dari mereka, itulkah manipulasi mereka. Semoga AllahSWT
selalu membimbing kita ke jalan yang lurus berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah
sesuai dengan pemahaman Salafus Sholih.
1. Al-quran menurut pandangan
Syiah
a. Mereka meyakini bahwa al-Quran tidak bisa dijadikan hujjah tanpa adanya para
wali (Imam Syiah)
b. Mereka meyakini bahwa para imam mereka mempunyai pengetahuan khusus mengenai
al-Quran yang tidak seorangpun bisa menyamainya.
c. Mereka meyakini bahwa perkataan para imam itu bisa menghapus ayat-ayat
al-Quran, dan perkataan mereka bisa menjadikan yang muqoyyad menjadi mutlaq,
dan yang ‘amm menjadi khosh.
2. As sunnah menurut pandangan
Syiah
As sunnah menurut mereka adalah apa saja yang berasal dari orang yang ma’shum,
baik itu perkataan, perbuatan, maupun taqrir (persetujuan). Pertama,
adapun yang dimaksud dengan orang yang ma’shum versi mereka adalah Rasulullah
saw dan kedua belas imam mereka. Oleh karena itu, salah satu ulama konteporer
mereka mengatakan bahwa, “sesungguhnya keyakinan terhadap kema’shuman para imam
itu menjadikan hadits-hadtis yang berasal dari mereka itu shohih tanpa
mensyaratkan tersambungnya sanad kepada Nabi sebagaimana yang disyaratkan oleh
Ahlus Sunnah. Kedua, hal ini karena imamah menurut mereka adalah penerus
Nubuwah. Ketiga dan para imam itu sama seperti para Rasul, perkataan
mereka adalah perkataan Allah dan perintah mereka adalah perintah Allah,
mentaati mereka sama dengan mentaati Allah, dan bermaksiat kepada mereka sama
dengan bermaksiat kepada Allah, dan para imam tidak berucap kecuali apa yang
dari Allah dan apa yang diwahyukan Allah.4
3. Ijma’ menurut pandangan
Syiah
Syiah tidak menganggap ijma’ para sahabat, kaum salaf dan ijma’nya umat Islam
sebagai sebuah ijma (kesepakatan). Dan dalam hal ini mereka mempunyai keyakinan
yang berbeda-beda. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa perkataan imam
adalah ijma’, dan yang lainnya berpendapat bahwa hal-hal yang menyelisihi umat
Islam itu terdapat petunjuk.
4. Qiyas. Adapun Qiyas menurut
syiah pastilah berbeda dengan jalan para sahabat dan salafus sholeh. Hal ini
karena al-Quran, as-Sunnah, dan ijma’ yang merupakan sumber-sumber Syiah ini
berbeda dengan sumber-sumber Islam.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan dengan jelas bahwa agama Syiah sangatlah berbeda dengan ajaran
Islam yang sebenarnya, sangat menyimpang jauh. Agama mereka bathil dan sesat,
karena cara pandang mereka tentang sumber-sumber agama itu berbeda, maka
berbeda pula agama yang mereka anut. Artinya bahwa Syiah itu bukan Islam dan
bukan termasuk dari madzhab dalam Islam, sebagaimana klaim mereka dengan dalih
bahwa madzhab dalam Islam tidak hanya 4, namun 5
Apa perbedaan antara
Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah
Itsna Asyariyah ?
Banyak orang yang
menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah
Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) dianggap sekedar dalam masalah khilafiyah
Furu’iyah, seperti perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah, antara Madzhab
Safi’i dengan Madzhab Maliki.
Karenanya dengan adanya
ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah, mereka berpendapat agar perbedaan
pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Selanjutnya mereka berharap,
apabila antara NU dengan Muhammadiyah sekarang bisa diadakan
pendekatan-pendekatan demi Ukhuwah Islamiyah, lalu mengapa antara Syiah dan
Sunni tidak dilakukan ?.
Oleh karena itu, disaat
Muslimin bangun melawan serangan Syiah, mereka menjadi penonton dan tidak ikut
berkiprah.
Apa yang mereka harapkan
tersebut, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai aqidah
Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan
hanya terbatas pada apa yang mereka ketahui.
Semua itu dikarenakan kurangnya
informasi pada mereka, akan hakikat ajaran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah
(Ja’fariyah). Disamping kebiasaan berkomentar, sebelum memahami persoalan yang
sebenarnya.
Sedangkan apa yang mereka
kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syiah yang sering berkata bahwa
perbedaan Sunni dengan Syiah seperti perbedaan antara Madzhab Maliki dengan
Madzahab Syafi’i.
Padahal perbedaan antara
Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i, hanya dalam masalah Furu’iyah saja.
Sedang perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna
Asyariyah (Ja’fariyah), maka perbedaan-perbedaannya disamping dalam Furuu’ juga
dalam Ushuul.
Rukun Iman mereka berbeda
dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya juga berbeda, begitu pula kitab-kitab
hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai pengakuan sebagian besar ulama-ulama
Syiah, bahwa Al-Qur'an mereka juga berbeda dengan Al-Qur'an kita (Ahlussunnah).
Apabila ada dari ulama mereka
yang pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa Al-Qur'annya sama, maka dalam
menafsirkan ayat-ayatnya sangat berbeda dan berlainan.
Sehingga tepatlah apabila
ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan : Bahwa Syiah Imamiyah Itsna
Asyariyah (Ja’fariyah) adalah satu agama tersendiri.
Melihat pentingnya persoalan
tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian dari perbedaan antara aqidah
Ahlussunnah Waljamaah dengan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah
(Ja’fariyah).
1. Ahlussunnah
: Rukun Islam kita ada 5 (lima)
a) Syahadatain
b) As-Sholah
c) As-Shoum
d) Az-Zakah
e) Al-Haj
Syiah
: Rukun Islam Syiah juga ada 5 (lima) tapi berbeda:
a) As-Sholah
b) As-Shoum
c) Az-Zakah
d) Al-Haj
e) Al
wilayah
2. Ahlussunnah
: Rukun Iman ada 6 (enam) :
a) Iman
kepada Allah
b) Iman
kepada Malaikat-malaikat Nya
c) Iman
kepada Kitab-kitab Nya
d) Iman
kepada Rasul Nya
e) Iman
kepada Yaumil Akhir / hari kiamat
f) Iman
kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.
Syiah
: Rukun Iman Syiah ada 5 (lima)*
a) At-Tauhid
b) An
Nubuwwah
c) Al
Imamah
d) Al
Adlu
e) Al
Ma’ad
3. Ahlussunnah
: Dua kalimat syahadat
Syiah
: Tiga kalimat syahadat, disamping Asyhadu an Laailaha illallah, wa
asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, masih ditambah dengan menyebut dua belas
imam-imam mereka.
4. Ahlussunnah
: Percaya kepada imam-imam tidak termasuk rukun iman. Adapun jumlah
imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul imam-imam, sampai hari kiamat.
Karenanya membatasi imam-imam
hanya dua belas (12) atau jumlah tertentu, tidak dibenarkan.
Syiah
: Percaya kepada dua belas imam-imam mereka, termasuk rukun iman.
Karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas imam-imam mereka
(seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah dianggap kafir dan akan
masuk neraka.
5. Ahlussunnah
: Khulafaurrosyidin yang diakui (sah) adalah :
a) Abu
Bakar
b) Umar
c) Utsman
d) Ali
Radhiallahu anhum
Syiah
: Ketiga Khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman) tidak diakui oleh Syiah.
Karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal Imam
Ali sendiri membai'at dan mengakui kekhalifahan mereka):
5. Ahlussunnah
: Khalifah (Imam) adalah manusia biasa, yang tidak mempunyai sifat
Ma’shum.
Berarti mereka dapat berbuat
salah/ dosa/ lupa. Karena sifat Ma’shum, hanya dimiliki oleh para Nabi.
Syiah
: Para imam yang jumlahnya dua belas tersebut mempunyai sifat Ma'’hum,
seperti para Nabi.
6. Ahlussunnah
: Dilarang mencaci-maki para sahabat.
Syiah
: Mencaci-maki para sahabat tidak apa-apa bahkan Syiah berkeyakinan, bahwa
para sahabat setelah Rasulullah SAW wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal
beberapa orang saja. Alasannya karena para sahabat membai'at Sayyidina
Abu Bakar sebagai Khalifah.
7. Ahlussunnah
: Siti Aisyah istri Rasulullah sangat dihormati dan dicintai. Beliau
adalah Ummul Mu’minin.
Syiah
: Siti Aisyah dicaci-maki, difitnah, bahkan dikafirkan.
8. Ahlussunnah
: Kitab-kitab hadits yang dipakai sandaran dan rujukan Ahlussunnah adalah
Kutubussittah :
a) Bukhari
b) Muslim
c) Abu
Daud
d) Turmudzi
e) Ibnu
Majah
f) An
Nasa’i
(kitab-kitab tersebut beredar
dimana-mana dan dibaca oleh kaum Muslimin sedunia).
Syiah
: Kitab-kitab Syiah ada empat :
a) Al
Kaafi
b) Al
Istibshor
c) Man
Laa Yah Dhuruhu Al Faqih
d) Att
Tahdziib
(Kitab-kitab tersebut tidak
beredar, sebab kebohongannya takut diketahui oleh pengikut-pengikut
Syiah).
9. Ahlussunnah
: Al-Qur'an tetap orisinil
Syiah
: Al-Qur'an yang ada sekarang ini menurut pengakuan ulama Syiah tidak
orisinil. Sudah dirubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah).
10. Ahlussunnah
: Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul
Nya.
Neraka diperuntukkan bagi
orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul Nya.
Syiah
: Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada Imam Ali,
walaupun orang tersebut tidak taat kepada Rasulullah.
Neraka diperuntukkan bagi
orang-orang yang memusuhi Imam Ali, walaupun orang tersebut taat kepada
Rasulullah.
11. Ahlussunnah
: Aqidah Raj’Ah tidak ada dalam ajaran Ahlussunnah. Raj’ah adalah besok
diakhir zaman sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali. Dimana saat itu Ahlul
Bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya.
Syiah
: Raj’ah adalah salah satu aqidah Syiah. Dimana diceritakan : bahwa nanti
diakhir zaman, Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia pergi
ke Madinah untuk membangunkan Rasulullah, Imam Ali, Siti Fatimah serta Ahlul
Bait yang lain.
Setelah mereka semuanya bai'at
kepadanya, diapun selanjutnya membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah. Kemudian
ketiga orang tersebut disiksa dan disalib, sampai mati seterusnya diulang-ulang
sampai ribuan kali. Sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka kepada
Ahlul Bait.
Keterangan
: Orang Syiah mempunyai Imam Mahdi sendiri. Berlainan dengan Imam Mahdinya
Ahlussunnah, yang akan membawa keadilan dan kedamaian.
12. Ahlussunnah
: Mut’ah (kawin kontrak), sama dengan perbuatan zina dan hukumnya haram.
Syiah
: Mut’ah sangat dianjurkan dan hukumnya halal. Halalnya Mut’ah ini dipakai
oleh golongan Syiah untuk mempengaruhi para pemuda agar masuk Syiah. Padahal
haramnya Mut’ah juga berlaku di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib.
13. Ahlussunnah
: Khamer/ arak tidak suci.
Syiah
: Khamer/ arak suci.
14. Ahlussunnah
: Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap tidak suci.
Syiah
: Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap suci dan mensucikan.
15. Ahlussunnah
: Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya
sunnah.
Syiah
: Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri membatalkan
shalat.
(jadi shalatnya bangsa
Indonesia yang diajarkan Wali Songo oleh orang-orang Syiah dihukum tidak sah/
batal, sebab meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri).
16. Ahlussunnah
: Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah.
Syiah
: Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat dianggap tidak
sah/ batal shalatnya.
(Jadi shalatnya Muslimin di
seluruh dunia dianggap tidak sah, karena mengucapkan Amin dalam shalatnya).
17. Ahlussunnah
: Shalat jama’ diperbolehkan bagi orang yang bepergian dan bagi orang yang
mempunyai udzur syar’i.
Syiah
: Shalat jama’ diperbolehkan walaupun tanpa alasan apapun.
18. Ahlussunnah
: Shalat Dhuha disunnahkan.
Syiah
: Shalat Dhuha tidak dibenarkan.
(padahal semua Auliya’ dan
salihin melakukan shalat Dhuha).
Demikian telah kami nukilkan perbedaan-perbedaan antara aqidah
Ahlussunnah Waljamaah dan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah
(Ja’fariyah). Sengaja kami nukil sedikit saja,
sebab apabila kami nukil
seluruhnya, maka akan memenuhi
halaman-halaman buku ini.
Harapan kami semoga pembaca
dapat memahami benar-benar perbedaan-perbedaan tersebut. Selanjutnya pembaca
yang mengambil keputusan (sikap).
Masihkah mereka akan
dipertahankan sebaga Muslimin dan Mukminin ? (walaupun dengan Muslimin berbeda
segalanya).
Sebenarnya yang terpenting dari
keterangan-keterangan diatas adalah agar masyarakat memahami benar-benar, bahwa
perbedaan yang ada antara Ahlussunnah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah
(Ja’fariyah) itu, disamping dalam Furuu’ (cabang-cabang agama) juga dalam
Ushuul (pokok/ dasar agama).
Apabila tokoh-tokoh Syiah
sering mengaburkan perbedaan-perbedaan tersebut, serta memberikan keterangan
yang tidak sebenarnya, maka hal tersebut dapat kita maklumi, sebab mereka itu
sudah memahami benar-benar, bahwa Muslimin Indonesia tidak akan terpengaruh
atau tertarik pada Syiah, terkecuali apabila disesatkan (ditipu).
Oleh karena itu, sebagian besar
orang-orang yang masuk Syiah adalah orang-orang yang tersesat, yang tertipu
oleh bujuk rayu tokoh-tokoh Syiah.
Akhirnya, setelah kami
menyampaikan perbedaan-perbedaan antara Ahlussunnah dengan Syiah, maka dalam
kesempatan ini kami menghimbau kepada Alim Ulama serta para tokoh masyarakat,
untuk selalu memberikan penerangan kepada umat Islam mengenai kesesatan ajaran
Syiah. Begitu pula untuk selalu menggalang persatuan sesama Ahlussunnah dalam
menghadapi rongrongan yang datangnya dari golongan Syiah. Serta lebih waspada
dalam memantau gerakan Syiah didaerahnya. Sehingga bahaya yang selalu mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa kita dapat teratasi.
Selanjutnya kami mengharap dari
aparat pemerintahan untuk lebih peka dalam menangani masalah Syiah di
Indonesia. Sebab bagaimanapun, kita tidak menghendaki apa yang sudah mereka
lakukan, baik di dalam negri maupun di luar negri, terulang di negara kita.
Semoga Allah selalu melindungi
kita dari penyesatan orang-orang Syiah dan aqidahnya. Amin.
Rujukan :
Dr. Nashir bin Abd. Karim Al Aql, Dirasat fil Ahwaa’ wal firaq
wal Bida’ wa Mauqifus Salaf minha.
Drs. KH. Dawam Anwar dkk. Mengapa kita menolak Syi’ah.
H. Hartono Ahmad Jaiz, Di bawah bayang-bayang Soekarno-Soeharto.
Abdullah bin Said Al Junaid, Perbandingan antara Sunnah dan Syi’ah.
Dan lain-lain, kitab-kitab karangan orang Syi’ah.
Al-Islam, Pusat Informasi dan
Komunikasi Islam Indonesia
LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam)
Wallaualamu bishowaab..
Ditulis Oleh : Ustadz Suhendi
Al Khattab M.Pdi.