Selasa, 28 Oktober 2014

Kriteria Suami yang Layak dan Tidak Layak Bagi Muslimah.





Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Semua orang mendambakan hidup bahagia. Terlebih setelah dia menikah. Karena perjalanan panjang manusia, tidak lepas dari keterlibatan keluarga di sekitarnya. Setiap lelaki ingin mendapatkan istri yang baik, menurut kriterianya. Demikian pula, setiap wanita ingin mendapatkan suami yang baik menurut kriterianya. Karena standar bahagia setiap manusia, berbeda-beda. Mungkin anda akan merasa terheran ketika melihat ada pasangan suami istri, yang perbandingan wajahnya ’selisih jauh’, ibarat langit dan bumi. Tapi bagi masing-masing, itulah kebahagiaan.

Karena itu, sangat sulit jika kami harus menyampaikan kriteria apa saja yang bisa membuat wanita bahagia. Mengingat semacam ini, kembali kepada selera. Hanya saja, menimbang beberapa dalil yang kami pahami, selain penampilan, ada 4 sifat baik lelaki yang penting untuk diperhatikan:

1. Agamanya baik
Nampaknya menjadi harga mati untuk yang satu ini. Agama dan sekaligus akhlak yang baik. Karena agama Allah turunkan agama ini sebagai acuan untuk bimbingan manusia. Dan dengan akhlaknya yang baik, dia akan berusaha mengamalkannya. Untuk itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan para wali, agar segera menerima pelamar putrinya, yang baik agama dan akhlaknya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberpesan,

إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ، إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ، وَفَسَادٌ عَرِيضٌ

Apabila ada orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, yang meminang putri kalian, nikahkan dia. Jika tidak, akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar. (HR. Turmudzi 1084, Ibn Majah 1967, dan yang lainnya. Hadis ini dinilai hasan oleh al-Albani).

2. Lugu dengan keluarga dan tidak keras
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan wanita seperti al-Qawarir (gelas kaca). Fisiknya, dan hatinya lemah, sangat mudah pecah. Kecuali jika disikapi dengan hati-hati. Karena itu, tidak ada wanita yang suka disikapi keras oleh siapapun, apalagi suaminya. Maka sungguh malang ketika ada wanita bersuami orang keras. Dia sudah lemah, semakin diperparah dengan sikap suaminya yang semakin melemahkannya.

Sebaliknya, keluarga yang berhias lemah lembut, tidak suka teriak, tidak suka mengumpat, apalagi keluar kata-kata binatang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,

إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ

“Sesungguhnya kelembutan menyertai sesuatu maka dia akan menghiasinya, dan tidaklah kelembutan itu dicabut dari sesuatu, melainkan akan semakin memperburuknya.” (HR. Muslim 2594, Abu Daud 2478, dan yang lainnya).

3. Berpenghasilan yang cukup
Ketika Fatimah bintu Qois ditalak 3 oleh suaminya, dia menjalani masa iddah di rumah Ibnu Ummi Maktum – seorang sahabat yang buta –. Usai masa iddah, langsung ada dua lelaki yang melamarnya. Yang pertama bernama Muawiyah dan kedua Abu Jahm. Ketika beliau meminta saran dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

أَمَّا أَبُو جَهْمٍ، فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ، وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ، انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ

Untuk Abu Jahm, dia tidak meletakkan tongkatnya dari pundaknya. Sedangkan Muawiyah orang miskin, gak punya harta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid. (HR. Muslim 1480, Nasai 3245, dan yang lainnya).

Diantara makna: ’tidak meletakkan tongkatnya dari pundaknya’ adalah ringan tangan dan suka memukul.

Anda bisa perhatikan, pertimbangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyarankan Fatimah agar tidak menikah dengan Abu Jahm, karena masalah sifatnya yang keras. Sementara pertimbangan beliau untuk menolak Muawiyah, karena miskin, tidak berpenghasilan.

4. Tanggung jawab dan perhatian dengan keluarga
Tanggung jawab dalam nafkah dan perhatian dengan kesejahteraan keluarganya.
Bagian ini merupakan perwujudan dari perintah Allah untuk semua suami,

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

”Pergaulilah istri-istrimu dengan cara yang baik.” (QS. An-Nisa’: 19)

Beberapa suami terkadang tidak perhatian dengan keluarganya. Penghasilannya banyak dia habiskan untuk kebutuhan pribadi, sementara kebutuhan rumah lebih banyak ditanggung oleh istri. Lebih parah lagi, ketika terjadi perceraian, beberapa suami sama sekali tidak mau menafkahi anaknya. Sehingga yang menghidupi anaknya adalah ibunya.
Memang ada mantan istri setelah perceraian, namun tidak ada istilah mantan anak.

Kemudian, di sana ada beberapa sifat – selain penampilan – yang harus dijauhi. Karena lelaki yang memiliki sifat ini, tidak layak menjadi suami seorang muslimah.

1. Aqidahnya rusak
Aqidah yang rusak, bisa menyebabkan seseorang keluar dari islam. Karena kerusakan aqidah, merupakan gerbang kekufuran. Sementara Allah melarang wanita muslimah menikah dengan lelaki musyrik atau kafir.

وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ

Janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. (QS. Al-Baqarah: 221)

Karena itu, perlu diwaspadai model lelaki yang demen dengan klenik, tenaga dalam, amalan-amalan pesugihan, pemikat orang, suka berteman dengan paranormal, bercita-cita mendapat karomah layaknya wali, atau merawat jimat. Umumnya mereka sangat sulit disembuhkan. Sekali percaya dengan dukun gurunya, biasanya terikat untuk terus jadi budak si dukun.

Beberapa istri sempat mengadukan keadaan suaminya ke konsultasisyariah.com. Karena sejak berteman dengan paranormal, kebiasaannya menjadi aneh, dan suka menjadikan istri sebagai objek percobaan.

Termasuk juga mereka yang memiliki pemahaman menyimpang, seperti pengikut Syiah, penganut wihdatul wujud, atau penganut tarekat sesat lainnya. Tidak ada yang bisa dipertahankan dari aqidah mereka.

2. Tidak pernah Shalat
Shalat merupakan ibadah paling penting dalam islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan shalat sebagai batas antara mukmin dan kafir. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ

Sesungguhnya pembatas antara seseorang dengan kesyirikan atau kekufuran adalah meninggalkan shalat. (HR. Ahmad 15183, Muslim 82, dan yang lainnya).
Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjadikan shalat sebagai perjanjian besar umat islam. Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْعَهْدَ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُم الصَّلَاةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat. Karena itu, siapa yang meninggalkannya maka dia kafir. (HR. Ahmad 22937, Nasai 463, Turmudzi 2621, dan dishahihkan al-Albani).
Karena alasan ini, para sahabat menghukumi orang yang meninggalkan shalat, sebagimana orang kafir. Seorang tabi’in, Abdullah bin Syaqiq mengatakan,

كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلَاةِ

Dulu para sahabat, tidaklah mereka menganggap ada satu ibadah yang apabila ditinggalkan bisa menyebabkan kafir, selainshalat. (HR. Turmudzi 2622, dan dishahihkan al-Albani)
Orang tidak shalat, sejatinya sumber petaka di rumah tangga. Karena itu, hindari kriteria calon suami yang tidak shalat.

3. Tidak menjaga pergaulan dengan lawan jenis
Allah ta’ala melarang orang baik-baik untuk menikah dengan lelaki pezina atau wanita pezina, hingga mereka bertaubat dari zinanya.

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

”Laki-laki pezina tidak boleh menikah melainkan dengan perempuan pezina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan pezina tidak boleh dikawini melainkan oleh laki-laki pezina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.” (QS. An-Nur: 3)

Diantara hikmah larangan menikahi mereka adalah agar istri tidak terkena imbas buruk dari kebiasaan suami yang pernah berzina namun belum taubat. Karena penyakit mudah suka terhadap lawan jenis, bisa saja kambuh. Terlebih jika dia pernah berhubungan di luar nikah. Sehingga perbuatannnya ini memicunya untuk selingkuh
.
4. Berpenghasilan haram
Hidup serba kecukupan adalah dambaan setiap wanita. Dengan segala fasilitas yang lengkap, memudahkan dirinya untuk melakukan berbagai aktivitasnya. Namun itu semua hanya standar dunia. Standar yang hanya kembali pada kebahagiaan lahiriyah, yang tentu saja itu bukan segala-galanya. Konsekuensi menikah dengan lelaki berpenghasilan haram, berarti siap untuk makan harta haram hasil kerja suami. Rela untuk berbahagia dengan yang haram.
Dari Ka’ab bin Ujrah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلَّا كَانَتْ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Tidak ada daging yang tumbuh dari as-suht, kecuali neraka lebih layak baginya.” (HR. Turmudzi 614 dan dishahihkan al-Albani).
Ibnu Rusyd mengatakan,
ولم يختلف المذهب – المالكية – أن البكر إذا زوجها الاب من شارب الخمر، وبالجملة من فاسق، أن لها أن تمنع نفسها من النكاح، وينظر الحاكم في ذلك، فيفرق بينهما، وكذلك إذا زوجها ممن ماله حرام، أو ممن هو كثير الحلف بالطلاق
Ulama madzhab Malikiyah tidak berselisih pendapat bahwa seorang gadis yang dinikahkan ayahnya denagn lelaki peminum khamr atau lelaki fasik secara umum, dia berhak untuk menolak lamaran nikah, sementara hakim menimbang masalah dan memisahkan keduanya. Demikian pula jika dia dinikahkan dengan orang yang hartanya haram atau lelaki yang suka mengancam talak (Bidayatul Mujtahid, Hal. 404).
Berfikir 1000 kali untuk memiliki calon suami pegawai bank, berpenghasilan riba di luar bank, atau bekerja membantu proyek yang haram, pegawai perusahaan barang haram, dst. Halal haram penghasilan orang tua, menentukan keberlangsungan hidup anaknya.

5. Perokok berat
Selain merugikan kesehatan, merokok juga dapat membuat sebagian besar wanita ill feel. Ada beberapa alasan, mengapa mereka tidak suka perokok,

§  Pertama, aroma tubuh seorang perokok tidak sedap apalagi perokok berat. Bagi orang yang tidak merokok, ngobrol bersama perokok adalah sebuah siksaan batin. Dia dipaksa sabar untuk menahan nafas bau mulutnya yang sangat tidak sedap.

§  Kedua, kebutuhan beli rokok, jelas mengurangi kantong tabungan sang suami. Jika kebutuhan rokok 10 ribu/bungkus/hari, dalam satu bulan suami menghabiskan 300rb hanya untuk menambah sesak paru-parunya.

§  Ketiga, ancaman bahaya bagi perokok pasif. Beberapa kasus anak kecil yang meninggal karena dosa ayahnya, ahli hisab rokok. Sebenarnya dia sudah berupaya menghindari anaknya ketika merokok. Tapi endapan nikotin di baju sang ayah, tidak bisa dihindarkan dan tercium si anak.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah ingatkan, agar kita selalu berusaha menghindari hal yang membahayakan,
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat mudharat bagi orang lain baik permulaan ataupun balasan.” (HR. Ibnu Majah. Hadis ini di shahihkan oleh Albani).


Allahu a’lam

Rabu, 22 Oktober 2014

Cara Rasulullah Menyelesaikan Masalah Rumah Tangga,..


Terdengarlah kabar oleh Abu Bakar ash-Shidiq Ra bahwa anaknya –‘Aisyah-melontarkan suara yang cukup keras kepada suaminya, Rasulullah Saw. Beliau yang terkenal dan terbukti kelembutan perangainya pun langsung mendatangi rumah menantunya yang letaknya tak jauh dari kediamannya itu.
Sebagaimana diriwayatkan dari sahabat Nu’man bin Basyir Ra, Rasulullah Saw pun mengizinkan mertua dan sahabatnya itu untuk masuk ke dalam rumah nan mulianya. Seketika setelah masuk, beliau langsung menghampiri ‘Aisyah sambil berkata tegas, “Wahai putri Ummu Ruman, apakah engkau mengangkat suaramu dari Rasulullah Saw?” Disebutkan dalam riwayat ini, Abu Bakar Ra telah memegang tangan anaknya itu.
Melihat gelagat perbuatan sang mertua, Rasulullah Saw langsung mengambil posisi berdiri di antara keduanya. Beliau menghalangi, barangkali Abu Bakar akan memukul anaknya itu.
Berselang jenak, Abu Bakar pun keluar dari rumah Nabi untuk menenangkan diri. Dalam kesempatan ini, Rasulullah Saw mengambil langkah mendekati istrinya itu, sembari berkata, “Tidakkah engkau melihat bahwa aku telah menghalangi laki-laki itu (Ayahmu, Abu Bakar Ra) darimu?”
Melihat pembelaan dan kelembutan sang Nabi, ‘Aisyah pun merasa amat dihormati nan dihargai. Ia menyadari kesalahannnya kemudian memperbaikinya. Yang dilakukan oleh Rasulullah Saw adalah teladan kebaikan tiada tara. Beliau memilih menasihati istrinya saat ayahnya keluar. Padahal, ada peluang bagi beliau untuk ‘memarahi’ sang istri di depan ayahnya itu.
Lepas tenang diri dan hatinya, Abu Bakar Ra kembali meminta izin untuk masuk ke dalam rumah. Menantu nan baik hati itu pun mengizinkan mertuanya untuk masuk. Keterkejutan pun tak bisa disembunyikan dari wajah sahabat yang dijuluki ash-Shidiq ini. Pasalnya, Rasulullah Saw sudah bisa membuat istrinya tersenyum.
Sebagai bentuk penghargaan kepada menantunya yang piawai menyelesaikan konflik terhadap pasangannya itu, sosok laki-laki yang pertama kali masuk Islam ini berkata, “Wahai Rasulullah,” ungkap beliau lembut, “sertakanlah aku di dalam kedamaian kalian,” lanjutnya seraya merayu, “sebagaimana kalian menyertakanku dalam konflik (permasalah keluarga),” pungkasnya.
Kisah nan mulia ini diriwayatkan oleh tiga Imam hadits. Yakni Imam Ahmad dalam hadits nomor 18394, Imam Abu Dawud dalam hadits nomor 4999 dan Imam an-Nasa’i dalam kitab al-Kubra hadits nomor 8441 dan 9110.
Saudaraku kaum muslimin, amat banyak hikmah dalam riwayat ini. Tentang istri yang memang memiliki tabiat ‘pemancing’ konflik sebagai wujud sayangnya kepada suami, sikap suami yang lembut dan piawai dalam manajemen masalah dan adab menasehati yang baik, juga ketulusan mertua dalam mendampingi rumah tangga anaknya yang memang masih butuh bimbingan.
Semoga Allah Swt melimpahkan kedamaian dan keberkahan dalam rumah tangga kita semua, kaum muslimin di mana pun beradanya.
Allahumma shalli ‘alaa sayyidina Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad.

Selasa, 21 Oktober 2014

Adab-adab dalam Prosesi Akad Nikah Islami.



Akad nikah merupakan ikatan syar’i antara pasangan suami istri. Dengan hanya kalimat ringkas ini, telah mengubah berbagai macam hukum antara kedua belah pihak. Karena itu, Allah Ta’ala menyebutnya sebagai mitsaq ghalidz [Arab: ميثاقاً غليظاً] artinya ikatan yang kuat. Allah berfirman,
وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
Mereka (para wanita itu) telah mengambil perjanjian yang kuat dari kalian.” (QS. An-Nisa’: 21)
Dengan akad nikah, pasangan ini telah mengikat sebuah perjanjian, se-iya, sekata, untuk membangun rumah tangga yang syar’i. Karena itu, bagi Anda yang telah berhasil melangsungkan perjanjian indah ini, jangan Anda sia-siakan, jangan Anda rusak tanpa tanggung jawab, buang jauh-jauh kata-kata: cerai, talak, dst…

Agar akad nikah Anda semakin berkah, berikut beberapa adab yang perlu diperhatikan:

Pertama, hindari semua hal yang menyebabkan ketidak-absahan akad nikah.
Karena itu, pastikan kedua mempelai saling ridha dan tidak ada unsur paksaan, pastikan adanya wali pihak wanita, saksi dua orang yang amanah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا نِكَاح إِلا بوَلِي وشَاهِدي عَدلٍ
Tidak sah nikah, kecuali dengan wali (pihak wanita) dan dua saksi yang adil (amanah).” (HR. Turmudzi dan lainnya serta dishahihkan Al-Albani)
Kedua, dianjurkan adanya khutbatul hajah sebelum akad nikah.
Yang dimaksud khutbatul hajah adalah bacaan:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ( اتَّقُوا اللَّهَ الَّذِى تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا) (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ) ( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
Dalil anjuran ini adalah hadis dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
عَلَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُطْبَةَ الْحَاجَةِ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا….
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami khutbatul hajah…-sebagaimana lafadz di atas – …(HR. Abu Daud 2118 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Syu’bah (salah satu perawi hadis) bertanya kepada gurunya Abu Ishaq, “Apakah ini khusus untuk khutbah nikah atau boleh dibaca pada kesempatatan yang lainnya.” “Diucapkan pada setiap acara yang penting.”  Jawab Abu Ishaq.
Sebagian orang beranggapan dianjurkannya mengucapkan khutbah ini ketika walimah, meskipun acara walimah tersebut dilaksanakan setelah kumpul suami istri.  Namun yang tepat –wallahu a’lam– anjuran mengucapkan khutbatul hajah sebagaimana ditunjukkan hadis Ibn Mas’ud radhiallahu ‘anhu adalah sebelum akad nikah bukan ketika walimah. (A’unul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud, 5:3 danTuhafatul Ahwadzi Syarh Sunan Turmudzi, 4:201). Wallahu a’lam.
Ketiga, tidak ada anjuran untuk membaca syahadat ketika hendak akad, atau anjuran untuk istighfar sebelum melangsungkan akad nikah, atau membaca surat Al-Fatihah.  Semua itu sudah diwakili dengan lafadz khutbatul hajah di atas. Tidak perlu calon pengantin diminta bersyahadat atau istighfar.
Keempat, hendaknya pengantin wanita tidak ikut dalam majlis akad nikah. Karena umumnya majlis akad nikah dihadiri banyak kaum lelaki yang bukan mahramnya, termasuk pegawai KUA. Pengantin wanita ada di lokasi itu, hanya saja dia dibalik tabir. Karena pernikahan dilangsungkan dengan wali si wanita. Allah Ta’alamengajarkan,
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (wanita yang bukan mahram), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al-Ahzab: 53)
Semua orang tentu menginginkan hatinya lebih suci, sebagaimana yang Allah nyatakan. Karena itu, ayat ini tidak hanya berlaku untuk para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tapi juga untuk semua mukmin.
Jika dalam kondisi normal dan ada lelaki yang hendak menyampaikan kebutuhan atau hajat tertentu kepada wanita yang bukan mahram, Allah syariatkan agar dilakukan di balik hijab maka tentu kita akan memberikan sikap yang lebih ketat atau setidaknya semisal untuk peristiwa akad nikah. Karena umumnya dalam kondisi ini, pengantin wanita dalam keadaan paling menawan dan paling indah dipandang. Dia didandani dengan make up yang tidak pada umumnya dikenakan.
Kesalahan yang banyak tersebar di masyarakat dalam hal ini, memposisikan calon pengantin wanita berdampingan dengan calon pengantin lelaki ketika akad. Bahkan keduanya diselimuti dengan satu kerudung di atasnya. Bukankah kita sangat yakin, keduanya belum berstatus sebagai suami istri sebelum akad? Menyandingkan calon pengantin, tentu saja ini menjadi pemandangan yang bermasalah secara syariah. Ketika Anda sepakat bahwa pacaran itu haram, Anda seharusnya sepakat bahwa ritual semacam ini juga terlarang.
Kelima, tidak ada lafadz khusus untuk ijab qabul. Dalam pengucapn ijab kabul, tidak disyaratkan menggunakan kalimat tertentu dalam ijab kabul. Akan tetapi, semua kalimat yang dikenal masyarakat sebagai kalimat ijab kabul akad nikah maka status nikahnya sah.
Lajnah Daimah ditanya tentang lafadz nikah. Mereka menjawab,
Semua kalimat yang menunjukkan ijab Kabul, maka akad nikahnya sah dengan menggunakan kalimat tersebut, menurut pendapat yang lebih kuat. Yang paling tegas adalah kalimat: ‘zawwajtuka’ dan ‘ankahtuka’ (aku nikahkan kamu), kemudian ‘mallaktuka’ (aku serahkan padamu). (Fatawa Lajnah Daimah, 17:82).

Keenam, hindari bermesraan setelah akad di tempat umum
Pemandangan yang menunjukkan kurangnya rasa malu sebagian kaum muslimin, bermesraan setelah akad nikah di depan banyak orang. Kita sepakat, keduanya telah sah sebagai suami istri. Apapun yang sebelumnya diharamkan menjadi halal. Hanya saja, Anda tentu sadar bahwa untuk melampiaskan kemesraan ada tempatnya sendiri, bukan di tempat umum semacam itu.
Bukankah syariah sangat ketat dalam urusan syahwat? Menampakkan adegan semacam ini di muka umum, bisa dipastikan akan mengundang syahwat mata-mata masyarakat yang ada di sekitarnya. Hadis berikut semoga bisa menjadi pelajaran penting bagi kita.
Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhuma beliau menceritakan:
Fadhl bin Abbas (saudaranya Ibn Abbas) pernah membonceng Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di belakang beliau, karena tunggangan Fadhl kecapekan. Fadhl adalah pemuda yang cerah wajahnya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamberhenti di atas tunggangannya, untuk menjawab pertanyaan banyak sahabat yang mendatangi beliau. Tiba-tiba datang seorang wanita dari Bani Khats’am, seorang wanita yang sangat cerah wajahnya untuk bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibnu Abbas melanjutkan,
فَطَفِقَ الفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا، وَأَعْجَبَهُ حُسْنُهَا، فَالْتَفَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا، فَأَخْلَفَ بِيَدِهِ فَأَخَذَ بِذَقَنِ الفَضْلِ، فَعَدَلَ وَجْهَهُ عَنِ النَّظَرِ إِلَيْهَا
Maka Fadhl-pun langsung mengarahkan pandangan kepadanya, dan takjub dengan kecantikannya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memalingkan wajah beliau, namun Fadhl tetap mengarahkan pandangannya ke wanita tersebut. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang rahang Fadhl dan memalingkan wajahnya agar tidak melihat si wanita…. (HR. Bukhari, no.6228)
Bagaimana sikap orang yang bertaqwa sekelas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidak mengandalkan taqwanya, merasa yakin tidak mungkin terpengaruh syahwat, dst.. Beliau juga tidak membiarkan pemuda yang ada didekatnya untuk melakukan kesalahan itu. Beliau palingkan wajahnya. Apa latar belakangnya? Tidak lain adalah masalah syahwat. Apa yang bisa Anda katakan untuk kasus bermesraan pasca-akad nikah di tempat umum? Tentu itu lebih mengundang syahwat.
Ketujuh, adakah anjuran akad nikah di masjid?
Terdapat hadis yang menganjurkan untuk mengadakan akad nikah di masjid, hadisnya berbunyi:
” أعلنوا هذا النكاح و اجعلوه في المساجد ، و اضربوا عليه بالدفوف”
Umumkan pernikahan, adakan akad nikah di masjid dan meriahkan dengan memukul rebana.” (HR. At Turmudzi, 1:202 dan Baihaqi, 7:290)
Hadis dengan redaksi lengkap sebagaimana teks di atas statusnya dhaif. Karena dalam sanadnya ada seorang perawi bernama Isa bin Maimun Al Anshari yang dinilai dhaif oleh para ulama, di antaranya Al Hafidz Ibn Hajar, Al Baihaqi, Al Bukhari, dan Abu Hatim. Akan tetapi, hadis ini memiliki penguat dari jalur yang lain hanya saja tidak ada tambahan “..Adakan akad tersebut di masjid..”. Maka potongan teks yang pertama untuk hadis ini, yang menganjurkan diumumkannya pernikahan statusnya shahih. Sedangkan potongan teks berikutnya statusnya mungkar. (As Silsilah Ad Dla’ifah, hadis no. 978).
Karena hadisnya dhaif, maka anjuran pelaksanaan walimah di masjid adalah anjuran yang tidak berdasar. Artinya syariat tidak memberikan batasan baik wajib maupun sunah berkaitan dengan tempat pelaksanaan walimah nikah. Syaikh Amr bin Abdul Mun’im Salim mengatakan, “Siapa yang meyakini adanya anjuran melangsungkan akad nikah di masjid atau akad di masjid memiliki nilai lebih dari pada di tempat lain maka dia telah membuat bid’ah dalam agama Allah.” (Adab Al Khitbah wa Al Zifaf, Hal.70)
Kedelapan, dianjurkan untuk menyebutkan mahar ketika akad nikah.
Tujuan dari hal ini adalah menghindari perselisihan dan masalah selanjutnya. Dan akan lebih baik lagi, mahar diserahkan di majlis akad. Meskipun ulama sepakat, akad nikah tanpa menyebut mahar statusnya sah.
Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan:
أَنَّ ذِكْرَ الْمَهْرِ فِي الْعَقْدِ لَيْسَ شَرْطًا لِصِحَّةِ النِّكَاحِ فَيَجُوزُ إِخْلاَءُ النِّكَاحِ عَنْ تَسْمِيَتِهِ بِاتِّفَاقِ الْفُقَهَاءِ
Menyebut mahar ketika akad bukanlah syarat sah nikah. Karena itu, boleh nikah tanpa menyebut mahar dengan sepakat ulama. (Mausu’ah fiqhiyah Kuwaitiyah, 39:151)
Hanya saja, penyebutan mahar dalam akad nikah akan semakin menenangkan kedua belah pihak, terutama keluarga.

Kesembilan, dianjurkan mengikuti prosedur administrasi akad nikah, sebagaimana yang ditetapkan KUA. Ini semua dalam rangka menghindari timbulnya perselisihan dan masalah administrasi negara. Hanya saja, sebisa mungkin proses pernikahan dimudahkan dan tidak berbelit-belit. Semakin mudah akad nikah, semakin baik menurut kaca mata syariah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خير النكاح أيسره
Nikah yang terbaik adalah yang paling mudah.” (HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan Al-Albani)
Sifat mudah ini mencakup masalah nilai mahar, tata cara nikah, proses akad, dst.
Kesepuluh, tidak ada anjuran untuk melafadzkan ijab kabul dalam sekali nafas, sebagaimana anggapan sebagian orang. Karena inti dari ijab qabul akad nikah adalah pernyataan masing-masing pihak, bahwa wali pengantin wanita telah menikahkan putrinya dengannya, dan pernyataan kesediaan dari pengantin laki-laki.
Mengharuskan akad nikah dan ijab kabul dengan harus satu nafas bisa disebut pemaksaan yang berlebihan.
Kesebelas, doa selepas akad nikah.
Dianjurkan bagi siapapun yang hadir ketika peristiwa itu, untuk mendoakan pengantin. Di antara lafadz doa yang dianjurkan untuk dibaca adalah
بَارَكَ اللَّهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي الْخَيْرِ
“Semoga Allah memberkahimu di waktu senang dan memberkahimu di waktu susah, dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.”
Dinyatakan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,
أن النبى صلى الله عليه وسلم  :” كَانَ إِذَا رَفَّأَ الْإِنْسَانَ إِذَا تَزَوَّجَ قَالَ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي الْخَيْرِ
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila hendak memberikan ucapan selamat kepada orang yang menikah, beliau mendoakan: baarakallahu laka…dst.” (HR. Turmudzi, Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani)
Dari A’isyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan,
تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم   فَأَتَتْنِي أُمِّي فَأَدْخَلَتْنِي الدَّارَ فَإِذَا نِسْوَةٌ مِنَ الْأَنْصَارِ فِي الْبَيْتِ فَقُلْنَ عَلَى الْخَيْرِ وَالْبَرَكَةِ وَعَلَى خَيْرِ طَائِرٍ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku, kemudian ibuku mendatangiku dan mengajakku masuk ke dalam rumah. Ternyata di dalamnya terdapat banyak wanita Anshar. Mereka semua mendoakan kebaikan, keberkahan karena keberuntunganku. (HR. Bukhari dan Muslim)

Jumat, 17 Oktober 2014

Aku Ingkinkan Wanita Terbaik!!




Aku inginkan wanita yang terbaik dan sempurna!!. Mungkin itulah yang ada dibenak sebagian laki-laki yang sedang mencari pendamping hidupnya. Kita semua sadar bahwa menikah itu bukan prosesi biasa, tetapi menikah itu adalah awal dari fase kehidupan kita yang baru. Menikah adalah peristiwa sakral yang akan menentukan kemana kita akan menapakkan langkah kita selanjutnya. Menikah adalah awal membangun peradaban dan pendamping hidup adalah partner kita untuk membangunnya.
Disetiap benak dan ruang khayal laki-laki pasti punya gambaran tersendiri mengenai ciri dari seorang wanita sempurna. Ada yang menggambarkannya dengan sosok yg rupawan bak bidadari, suaranya yg lembut dan bersahaja. Ada yang menggambarkan dengan kecerdasan intelektual tinggi dan sikap yang kritis. Ada pula yang menggambarkannya sosok wanita yang soleha, gemar ibadah, dari keturunan orang baik-baik dsb.
Terkadang karena terjebak dalam standart Wanita sempurna dalam fikiran kita, akhirya seorang pria malah menjadi sulit menentukan keputusan. Apakah dia yang terbaik ataukah masih ada yang lebih baik lagi. Ini semua disebabkan karena Standart yang sudah terpatri di fikiran masing-masing.
Mari kita belajar dari kisah Khalil Gibran. Suatu ketika bliau pernah menemui Gurunya, lalu bertanya. “Wahai Guru, Bagaimana caranya supaya kita mendapatkan sesuatu yang paling sempurna dalam hidup kita?”
Sang guru menjawab “Berjalanlah lurus ditaman Bungan, lalu petiklah bunga yang paling indah, tapi jangan pernah kembali ke belakang”.
Setelah berjalan sampai ke ujung taman Khalil Gibran kembali dengan tangan kosong. Lalu sang guru bertanya “Mengapa kamu tidak mendapakan satu bunga pun?”
Gibran Menjawab, “Sebenarnya tadi aku sudah menemukannya tapi tidak kupetik, karena kupikir didepan sana mungkin ada yang lebih baik lagi. Setelah sampai di ujung aku sadar kalau itu adalah bunga yang paling indah, namun aku tidak bisa kembali”.

Nah, para lelaki justru terkadang terjebak dalam proses pencariannya, berharap akan mendapatkan wanita lebih baik lagi dari yang dia temukan sekarang, tanpa sadar hari semakin senja dan dia ada di ujung jalan. Akhirnya dia memilih seseorang hanya agar dia punya pendamping. Yang notabene bukan yang terbaik, karena yang terbaik telah ia tolak.
Bisa jadi orang yang ada disekitar kita sekarang, orang yang pernah ditawarkan atau hendak di ta’arufkan dengan kita sebenarnya akan menjadi wanita terbaik yang akan kita temukan. Peyesalan akhirnya akan datang terlambat, membawa segudang angan-angan dan kalimat “Seadainya..”.
Untukmu para lelaki jangan terlalu memilih, sandarkanlah standartmu pada Sunnah Rasulullah, yaitu mereka yang terbaik agamanya, karena merekalah yang akan membawa anak-anakmu masuk ke syurgaNya. Justru mereka yang canti dan Kaya namun miskin agama akan membawamu menyeretmu jauh ke jurang Neraka.
”Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena kecantikannya, karena nasabnya, karena agamanya. Maka pilihlah alasan menikahinya karena agamanya. Kalau tidak maka rugilah engkau”

== Rudyfillah El Karo== 

Rabu, 15 Oktober 2014

Lelaki Idaman : Lelaki Akhirat.



Kalau butir-butir kurma ini harus kutelan semua baru maju berperang… oh betapa jauh sungguh jarak antara aku dengan surga.”
Itulah ungkapan seorang sahabat ketika mendengar Rasulullah saw. bersabda menjelang berkecamuknya perang Badar: ” Majulah kalian semua menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi.”
Kecermelangan sahabat-sahabat Rasulullah saw, serta semua manusia Muslim agung yang pernah memenuhi lembaran sejarah kejayaan umat ini, sesungguhnya difaktori salah satunya oleh “hadirnya” akhirat dan semua makna yang terkait dengan kata ini dalam benak mereka setiap saat.
Lukisan kenikmatan surga meringankan semua beban kehidupan duniawi dalam diri mereka. Lukisan kenikmatan surga meringankan langkah kaki mereka menyusuri napak tilas perjuangan yang penuh onak dan duri. Tak ada duri yang sanggup menghentikan langkah mereka. Sebab duri itu justru memberinya kenikmatan jiwa saat jiwa duniawinya
sedang bermandikan sungai surga. Lukisan kenikmatan surga melahirkan semua kehendak dan kekuatan yang terpendam dalam dasar kepribadiannya. Tak ada kehendak akan kebaikan yang tak menjelma jadi realita. Tak ada tenaga raga yang tersisa dalam dirinya, semua larut dalam arus karya dan amal.
Lukisan kedahsyatan neraka memburamkan semua keindahan syahwati dalam pandangan hatinya. Lukisan kedahsyatan neraka mematikan semua kecenderungan pada kejahatan. Sebab kejahatan itu sendiri telah berubah menjadi neraka dalam jiwanya, saat sebelah kakinya telah terjerembab ke dalam neraka dengan satu kejahatan, dan kaki yang satu akan menyusul dengan kejahatan kedua. Lukisan kedahsyatan neraka menghilangkan semua rasa kehilangan, kepahitan dan penyesalan dalam dirinya saat ia mencampakkan kenikmatan syahwati.
Lukisan surga dan neraka memberi mereka kesadaran yang teramat dalam akan waktu. Makna kehidupan menjadi begitu sakral, suci, dan agung ketika ia diletakkan dalam bingkai kesadaran akan keabadian. Kaki mereka menapak di bumi, tapi jiwa mereka mengembara di langit keabadian. Dari telaga keimanan ini mereka meneguk semua kekuatan jiwa untuk dapat mengalahkan hari-hari. Seperti apakah kenikmatan yang bisa diberikan syahwat duniawi kepadamu, jika engkau letakkan dalam neraka jiwamu. Sepeti apa pulakah kepahitan yang dapat diberikan penderitaan duniawi kepadamu, jika ia engkau simpan dalam surga jiwamu.
Lukisan surga dan neraka yang memenuhi lembaran surat-surat Makkiyah, terkadang dipapatkan Allah swt. dengan gaya ilmiah yang begitu logis. Sama seperti ia terkadang melukiskannya dengan gaya deskripsi, begitu sastrawi dan menyeni, seindah-indahnya atau semengeri-ngerikannya. Lukisan pertama menyentuh instrumen akal dan melahirkan ‘ al-yaqin ‘ akan kebenaran hari kebangkitan (akhirat). Lukisan kedua menyentuh hati dan selanjutnya diharapkan melahirkan ‘ khaufan wa thama’an ‘.
Begitulah al-iman bil yaumil akhir itu menjadi telaga tempat kita meneguk semua kekuatan jiwa untuk berkarya. Begitulah al-iman bil-yaumil akhir itu menjadi mesin yang setiap saat ‘ memproduksi ‘ watak-watak baru yang positif dan islami dalam struktur kepribadian kita.
Untuk ‘ memfungsikan ‘ keimanan ini seperti ini, kita harus ‘ menghadirkan ‘ maknanya setiap saat dalam benak dan hati kita. Sebab “… dari makna-makna kubur inilah akan lahir akal yang kuat dan tegar bagi sang kehendak “, kata Musthafa Shidiq Ar-Rafi’i.
Anis Matta, Arsitek Peradaban

Belajar dari Kisah Cinta Sayyid Quthub.




Ada sisi lain yang menarik dari pengalaman emosional para pahlawan yang berhubungan dengan perempuan. Kalau kebutuhan psikologis dan bilogis terhadap perempuan begitu kuat pada para pahlawan, dapatkah kita membayangkan seandainya mereka tidak mendapatkannya?
Rumah tangga para pahlawan selalu menampilkan, atau bahkan menjelaskan, banyak sisi dari kepribadian para pahlawan. Dari sanalah mereka memperoleh energi untuk bekerja dan berkarya. Tapi jika mereka tidak mendapatkan sumber energi itu, maka kepahlawanan mereka adalah keajaiban di atas keajaiban. Tentulah ada sumber energi lain yang dapat menutupi kekurangan itu, yang dapat menjelaskan kepahlawanan mereka.
Ibnu Qoyyim menceritakan kisah Sang Imam, Muhammad bin Daud Al Zhahiri, pendiri mazhab Zhahiriyah. Beberapa saat menjelang wafatnya, seorang kawan menjenguk beliau. Tapi justru Sang Imam mencurahkan isi hatinya, kepada sang kawan, tentang kisah kasihnya yang tak sampai. Ternyata beliau mencintai seorang gadis tetangganya, tapi entah bagaimana, cinta suci dan luhur itu tak pernah tersambung jadi kenyataan. Maka curahan hatinya tumpah ruah dalam bait-bait puisi sebelum wafatnya.
Kisah Sayyid Quthub bahkan lebih tragis. Dua kalinya ia jatuh cinta, dua kali ia patah hati, kata DR. Abdul Fattah Al-Khalidi yang menulis tesis master dan disertasi doktornya tentang Sayyid Quthub. Gadis pertama berasal dari desanya sendiri, yang kemudian menikah hanya tiga tahun setelah Sayyid Quthub pergi ke Kairo untuk belajar. Sayyid menangisi peristiwa itu.
Gadis kedua berasal dari Kairo. Untuk ukuran Mesir, gadis itu tidak termasuk cantik, kata Sayyid. Tapi ada gelombang yang unik yang menyirat dari sorot matanya, katanya menjelaskan pesona sang kekasih. Tragedinya justru terjadi pada hari pertunangan. Sambil menangis gadis itu menceritakan bahwa Sayyid adalah orang kedua yang telah hadir dalam hatinya. Pengakuan itu meruntuhkan keangkuhan Sayyid; karena ia memimpikan seorang yang perawan fisiknya, perawan pula hatinya. Gadis itu hanya perawan pada fisiknya.
Sayyid Quthub tenggelam pada penderitaan yang panjang. Akhirnya ia memutuskan hubungannya. Tapi itu membuatnya semakin menderita. Ketika ia ingin rujuk, gadis itu justru menolaknya. Ada banyak puisi yang lahir dari penderitaan itu. Ia bahkan membukukan romansa itu dalam sebuah roman.
Kebesaran jiwa, yang lahir dari rasionalitas, relaisme dan sangkaan baik kepada Allah, adalah keajaiban yang menciptakan keajaiban. Ketika kehidupan tidak cukup bermurah hati mewujudkan mimpi mereka, mereka menambatkan harapan kepada sumber segala harapan; Allah!
Begitu Sayyid Quthub menyaksikan mimpinya hancur berkeping-keping, sembari berkata, “Apakah kehidupan memang tidak menyediakan gadis impianku, atau perkawinan pada dasarnya tidak sesuai dengan kondisiku?” Setelah itu ia berlari meraih takdirnya; dipenjara 15 tahun, menulis Fi Dzilalil Qur’an, dan mati di tiang gantungan! Sendiri! Hanya sendiri!

Serial Cinta Tarbawi, Anis Matta

QAWIYUL JISM (Kiat Hidup Sehat Ala Rasulullah)





1. SELALU BANGUN SEBELUM SUBUH

Rasul selalu mengajak ummatnya untuk bangun sebelum subuh, melaksanakan sholat sunah dan sholat Fardhu sholat subuh berjamaah. Ha ini memberi hikmah yg mendalam antara lain :

- Berlimpah pahala dari Allah
- Kesegaran udara subuh yg bagus utk kesehatan/terapi penyakit TB
- Memperkuat pikiran dan menyehatkan perasaan

2. AKTIF MENJAGA KEBERSIHAN

Rasul selalu senantiasa rapi & bersih, tiap hari Kamis atau Jum’at beliau mencuci rambut-rambut halus di pipi, selalu memotong kuku, bersisir dan berminyak wangi. 

“Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi setiap orang-orang dewasa. Demikian pula menggosok gigi dan memakai harum-haruman” (HR Muslim)

3.TIDAK PERNAH BANYAK MAKAN

Sabda Rasul : “Kami adalah sebuah kaum yang tidak makan sebelum lapar dan bila kami makan tidak terlalu banyak (tidak sampai kekenyangan)”
(Muttafaq Alaih) 

Dalam tubuh manusia ada ruang untuk 3 benda : Sepertiga untuk udara, sepertiga untuk air dan sepertiga lainnya untuk makanan.

Bahkan ada satu tarbiyyah khusus bagi ummat Islam dengan adanya Puasa Ramadhan untuk menyeimbangkan kesehatan.

4. GEMAR BERJALAN KAKI

Rasulullah selalu berjalan kaki ke Masjid, Pasar, medan jihad, mengunjungi rumah sahabat2nya, dan sebagainya.

Dengan berjalan kaki, keringat akan mengalir, pori-pori terbuka dan peredaran darah akan berjalan lancar. Ini penting untuk mencegah penyakit jantung

5. TIDAK PEMARAH

Nasihat Rasulullah : “Jangan Marah” diulangi sampai 3 kali. 
Ini menunjukkan hakikat kesehatan dan kekuatan Muslim bukanlah terletak pada jasadiyah belaka, tetapi lebih jauh yaitu dilandasi oleh kebersihan dan kesehatan jiwa. 

Ada terapi yang tepat untuk menahan marah :

- Mengubah posisi ketika marah, bila berdiri maka duduk, dan bila duduk maka berbaring
- Membaca Ta‘awwudz, karena marah itu dari Syaithon
- Segeralah berwudhu
- Sholat 2 Rokaat untuk meraih ketenangan dan menghilangkan kegundahan hati

6. OPTIMIS DAN TIDAK PUTUS ASA

Sikap optimis akan memberikan dampak psikologis yang mendalam bagi kelapangan jiwa sehingga tetap sabar, istiqomah dan bekerja keras, serta tawakal kepada Allah SWT

7. TAK PERNAH IRI HATI

Untuk menjaga stabilitas hati & kesehatan jiwa, mentalitas maka menjauhi iri hati merupakan tindakan  preventif yang sangat tepat. 
” Ya Allah, bersihkanlah hatiku dari sifat sifat mazmumah dan hiasilah diriku dengan sifat sifat mahmudah…”...Aamiin

Sumber : Rully Wiharnoto (Kajian Online HA)

Bercermin dari Kisah Meletusnya Sinabung dalam perspektif Islam,..




Beberapa hari ini kita kembali disodorkan duka di Negeri ini, tentang Musibah yg kembali berkunjung yaitu meletusnya Kembali Gunung Sinabung.

Melihat letusannya yg begitu dahsyat, Bahkan batang letusannya mancapai 7 km kearah langit, awan panas bersuhu 700 'C  yg meluncur dengan kecepatan 120 km/jam mencapai permukiman warga. Lava yg membuncah ke langit. Bahkan saat "diam" pun tetap mengeluarkan lahar 7 M3/detik. Debu yg begerak jauh sampai kota Medan
Melihat itu semua bulu merinding, khawatir bercampur takut akan dahsyatnya bencana ini.

Namun sadar atau tidak, letusan ini bagaikan setitik tinta dilautan dibandingkan kedahsyatan Peristiwa Kiamat, yg pasti Hadir di hadapan kita.
Kedahsyatan ini Allah lukiskan dalam satu Surah yg diawali Pertanyaan:
"Kiamat, Apakah hari kiamat itu?, Tahukah kamu apa hari kiamat itu?" (Al Qari'ah : 1-3).

Allah awali dgn pertanyaan menunjukkan bahwa manusia tidak akan pernah bisa membayangkan atau melukiskan dahsyatnya kiamat itu. Ini adalah perkara yg membingungkan akal manusia, sehingga Allah menegaskan dgn 2 pertanyaan.

Lalu Allah kembali menegaskan kekerdilan manusia di Hari itu, bahkan gunung sekalipun yg kita anggap dahsyat, Allah tunjukkan kekerdilan gunung itu.

"Pada saat itu manusia berterbangan bak anai-anai, dan Gunung sepeti Bulu yg dihamburkan" (Al Qari'ah : 4-5).

Jika manusia bak anai-anai dan gunung bak Bulu. Maka dimanakah letak kesombongan? Yg kita aggungkan seolah bumi bagai dalam genggaman??

Dimanakah letak kekuasaan, Jabatan dan Wewenang??
Sungguh saat itu semua yg kita genggam hari ini tak berguna, yg ada hanyalah kekerdilan dihadapan sang Illahi.

Marilah kembali bercermin, jika Sinabung yg kita anggap dahsyat hanya bak bulu, maka apalagi yg kita sombong dan banggakan? Amalan yg secuil dan sedekah yg sedikit??!
Jadikan bencana ini sebagai pelajaran betapa kecilnya kita dihadapan Allah..

Wallahu'alam bi showab..

--Rudyfillah El Karo--