Minggu, 21 Oktober 2018

Sabar dalam Rumah Tangga


Sabar dalam Rumah Tangga

by : Rudyfillah el Karo




Rumah tangga sakinah bukanlah yang terbebas dari ujian. Rumah tangga sakinah adalah yang mampu menghadapi ujian bersama seraya berpegang teguh pada syariat-Nya. Mereka bersama-sama saling memahami, memberi solusi dan menjadikan Al Qur'an sebagai landasan dalam menjalankan rumah tangganya.
Adakalanya ujian adalah sarana peningkatan kualitas keimanan seseorang. Misalnya, ketika seorang istri menemui hal yang tidak menyenangkan dari suaminya, jangan mudah untuk berpikir pisah atau cerai. Sebab, bisa jadi Itu pertanda lemahnya kesungguhan dalam menjaga keutuhan rumah tangga, harua ada rasa sabar dalam menghadapi masalah ini. Karena masuk syurga itu tidak mudah.

“Tidak ada satu musibah yang menimpa setiap Muslim, baik rasa capek, sakit, bingung, sedih, gangguan orang lain, resah yang mendalam, sampai duri yang menancap di badannya, kecuali Allah jadikan hal itu sebagai sebab pengampunan dosa-dosanya,” (HR Bukhari).

Islam telah menetapkan syariat yang mengandung berbagai macam cara, pengarahan dan solusi bagi berbagai macam permasalahan dalam pernikahan, sehingga suami dan isteri bisa menikmati hidup bahagia bersama, dan masing-masing merasa tenang dan tenteram asal semua pihak mau bersabar satu sama lain serta merealisasikan ajaran Islam dengan benar.

*Perbedaan Itu Sunatullah*
Dalam mengarungi bahtera rumah tangga, sering kita jumpai perbedaan antara suami istri yang berujung dengan pertikaian dan perceraian. Padahal jika kita pandai menyikapi masalah yang hadir di tengah-tengah keluarga insyaAllah tidak akan terjadi pertikaian apalagi sebuah perceraian.

Perbedaan dalam hubungan suami istri seolah menjadi sunatullah yang sulit untuk kita hindarkan, terutama perbedaan karakter dan kepribadian. Bila di antara anak bersaudara saja yang terlahir dari satu rahim dan tumbuh kembang dalam satu asuhan saja banyak terjadi perbedaan, maka sudah sewajarnya pasangan suami istri terjadi perbedaan. Maka jika kita tidak pandai menyikapi perbedaan dengan bijak dan penuh kesabaran cita-cita luhur saat mengikrarkan janji setia akan menguap tak berbekas.

Kita dalam keluarga haruslah saling memahami. Dengan mengedepankan hati, isnyaAlloh menjadi pintu pertama untuk memunculkan rasa saling menghargai dan terbangunnya kecocokan dengan pasangannya. Inilah sesungguhnya yang menjadi dasar kenyamanan dalam berumah tangga. Saling menghargai dan saling memahami. Karena dalam hidup ini tidaklah ada manusia yang sempurna. Tidaklah ada laki-laki bak superman maupun wanita bak wonderwoman yang tidak memiliki cela, kecuali junjungan kita Nabi Muhammad.

Rasululloh SAW telah memberikan resep bagi kita  dalam menyikapi perbedaan dalam mengarungi bahtera rumah tangga ini.

حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ جَعْفَرٍ حَدَّثَنِي عِمْرَانُ بْنُ أَبِي أَنَسٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْحَكَمِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَفْرَكُ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَر

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim dari Abdul Hamid bin Ja'far berkata; telah menceritakan kepadaku `Imran bin Anas dari Umar bin Al Hakam dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Janganlah suami yang beriman membenci istri yang mukminah karena jika ia tidak menyukai satu perangainya tentu ada perangai lain yang ia sukai.(H.R Imam Muslim).

*Sabar itu memaafkan dan mau meminta maaf*
Tingakatan tertinggi dari kesabaran adalah mau meminta maaf meski bukan kesalahannya, dan langsung memaafkan ketika dia merasa disakiti. Suami/istri merupakan partner hidup selama puluhan tahun kedepan. Itu artinya akan ada banyak sekali kesalahan yang akan terjadi diantara kesuanya. Jika mereka tidak memproduksi ucapan maaf yang banyak, maka bisa dipastikan tidak akan ada kenyamanan dalam menjalani rumah tangga.
Seorang wanita memiliki jalan pintas menuju syurga asalkan dia tidak berbuat maksiat dan selalu mencari ridho dari suaminya. Rasululloh SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam An Nasa'i :

الا اخبركم بنسائكم من أهل الجنة؟ الودود الولود، العؤود على زوجها، التى إذا أذت او أوذيت جاءت حتى تأخذ بيد زوجها ثم تقول: والله لا أذوق غمضا أو نوما حتى ترضى.( رواه النساء)

Artinya: "Maukah kalian aku beritahukan tentang istri-istri kalian yang termasuk ahli surga?" Yaitu mereka yang besar kasih sayangnya, subur (banyak anak), mudah minta maaf kepada suaminya, yang apabila bersalah atau disakiti dia segera mendatangi suaminya dan memegang tangannya seraya berkata:"Demi Alloh aku tidak akan memejamkan mata atau tidur sehingga engkau ridho (memaafkan)". (H.R An Nasa'i)

Mungkin akan terasa sangat berat, bahkan akan muncul pertanyaan-pertanyaan dari bisikan syithan, *Kok aku terus yang mengalah?* , *Sabar itu ada batasnya* , *Harusnya dia yang minta maaf* dll. Namun itulah sesuatu yang kewajiban kita. Diri kita harus selau berlatih dan berlatih untuk selalu mengalah dan mengalah. Mengalah bukan berarti kalah, namun dengan mengalah sesungguhnya itulah salah satu kemuliaan hati seorang istri yang ingin mendambakan surga sebagai bukti kesabarannya.

Kesabaran tidak akan hadir dalam hati kita secara tiba-tiba namun kesabaran bisa kita miliki dengan banyak berlatih dan belajar. Kesabaran itu bisa diperoleh dengan hal hal berikut :
1. Memperbanyak belajar syariat Islam, semakin kita memahami syariat maka semakin faham arti kesabaran.
2. Memperbanyak ibadah dan dzikir kepada Allah, dzikir selalu menenangkan pikiran, melunakkan hati yang keras, dan melapangkan dada yang sempit. Dengan banyak berdzikir kita semakin kuat dalam menghadapi bisikan-bisikan syaithan yang ingin merusak rumah tangga.
3. Belajar berfikir tenang, kedewasaan akan membuat orang berfikir tenang dan tidak mudah panik. Dengansemakin dewasa pemikiran kita, maka semakin sabar menghadapi masalah rumah tangga.
4.  Ingat bahwa sesudah kesulitan ada kemudahan. Sebagaimana QS. Al-Insyirah ayat 5-6, “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
Teruslah memohon kepada Allah agar selalu dikaruniakan kesabaran dalam menghadapi satu persatu ujian dalam rumah tangga.

 رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

"Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir...

Wallahu'alam..

Rabu, 29 Agustus 2018

Sampaikan pada Calon Pendampingmu

Sampaikan pada Calon Pendampingmu

Rudyfillah el karo



Sahabat, sampaikan pada calon pendampingmu.
Komitmenku adalah membangun tangga-tangga syurga.
Membangun kamar-kamar berhias taqwa.
Menimbun amal-amal seorang perindu syurga.
Jika komitmenmu tidak sama denganku, maka menjauhlah.

Sahabat, katakan pada calon imammu.
Aku ingin punya anak-anak yang menjaminkan syurga.
Aku ingin pendamping yang mengingatkan pada Sang Pencipta.
Aku juga ingin seseorang yang bisa diajak berjuang bersama dalam menjaga imannya
JIka engkau tidak menginginkannya juga, maka jangan berharap padaku.

Sahabat, katakan pada calon istrimu...
Aku hanya ingin rahim yang siap mengandung anak yang taat pada Allah,..
Rahim yang selalu engkau lantunkan ayat suci..
Rahim yang dimiliki oleh wanita yang lidahnya basah oleh dzikir..
Jika engkau bukan demikian, maka palingkanlah wajahmu.. Aku inginkan pendamping yang beriman, bukan yang berharta..
Aku harapkan wajah yang selalu dihiasi wudhu, bukan yang berhias make up.
Aku inginkan lidah yang lembut membaca qur'an, bukan yang lembut berbicara pada lawan jenisnya.. Karena aku tahu, bahwa aku tak punya banyak hal untuk aku sampaikan pada Allah
Maka aku hanya berharap pada seseorang yang bisa kuajak bersama mencari cinta Allah. 📝Ustadz Rudifillah el karo
@rudianto04
🎨@DP_angg1 

Menikah Itu Tentang Memahami

Menikah Itu Tentang Memahami

Rudyfillah el Karo


Menikah itu, bukan tentang cinta yang menggebu-gebu.
Bukan tentang siapa yang membawamu melayang bersama rasa rindu.
Bukan juga tentang seberapa besar rasa sayang yang hendak engkau curahkan.
Tapi, menikah adalah tentang memahami, tentang berlapang dada dan tentang pengorbanan.

Cinta yang menggebu itu wahai diri, tak selamanya membawamu dalam nuansa yang indah jika engkau tak memahami bahwa pada hakikatnya cintamu akan membawamu ke syurga atau neraka.
Rindu juga tak akan memberimu keindahan jika engkau tak melandaskan rindumu dalam ketaatan pada Rabbmu.
Rasa sayang juga tak akan terus membesarkan hatimu jika engkau tak mengiringinya dengan doa-doa agar pernikahanmu penuh berkah.

Wahai diri...
Ingatlah, menikah adalah separuh dari episode kehidupanmu.
Saat memutuskan bersamanya, maka engkau telah meletakkan puluhan tahun hidupmu bersamanya.
Tanpa memahaminya, tanpa berlapang dada, dan tanpa pengorbanan terhadapnya, maka sama saja engkau menghancurkan separuh episode hidupmu.

Maka, pahamilah ia, pahami seperti apa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkanmu.
Berlapang dadalah padanya, pada kekurangannya agar engkau menikmati indahnya pernikahan.

Ingatlah, menikah bukan tentang cinta saja, namun juga tentang janji untuk bersama-sama kelak di jannah. 📝Ustadz Rudifillah el karo
@rudianto04
🎨@DP_angg1 

Memahami, Memecahkan Masalah

Memahami, Memecahkan Masalah

Rudyfillah el Karo


Pernahkah kita merasa kesal pada pasangan?
Ketika merasa dialah penyebab semua ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
Ketika merasa dialah sumber kekacauan dalam rumah tangga.

Flashback kembali jauh ke belakang, jauh sebelum masalah membesar.
Ketika percikan masalah itu muncul, ketika ia masih seukuran titik debu.
Adakah upaya memadamkannya, atau membiarkannya membesar begitu saja?
Ingat, tidak ada masalah yang muncul secara tiba-tiba. Semua ada sumbernya.
Maka, mula-mula muhasabahlah diri, mengapa tidak memadamkannya ketika masih bisa padam dengan satu pelukan dan senyuman saja.

Menikah itu tentang kerelaan, tentang memahami dan tentang melayani.
Menyalahkan pasangan sama dengan menyulut api yang lebih besar, membuat dirinya mencari pembelaan. Membuat dirinya merasa diadili, membuat dirinya merasa terhakimi.
Hasilnya adalah babak baru dari masalah yang bisa saja berujung keretakan.

Sedangkan membawa pasangan bersama-sama introspeksi, sama dengan memadamkan api. Membangun ruang baru untuk diskusi, ruang baru untuk terus saling mencintai.
Hasilnya adalah babak baru keluarga harmonis penuh keromantisan.

Maka, saat ada percikan masalah, padamkan segera. Jangan menangkan egomu dengan menunggu pasangan memadamkannya.
Kita menikahi pasangan untuk menyempurnakan kekurangannya, konsekuensinya adalah menjaga keharmonisan rumah tangga.
Jaga agar sajak-sajak cinta tetap muncul setiap hari.
Jaga agar tatapan cinta setiap waktu terus bersemi.

📝Ustadz Rudifillah el karo
@rudianto04
🎨@DP_angg1

Minggu, 08 April 2018

Menjadi IStri yang Dirindukan Syurga

Menjadi IStri yang Dirindukan Syurga
disusun : Rudifillah el Karo



“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim no. 1467).

“Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34).

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia mengganggu tetangganya, dan berbuat baiklah kepada wanita. Sebab, mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya. Jika engkau meluruskannya. Maka engkau mematahkannya dan jika engkau biarkan, maka akan tetap bengkok. Oleh karena itu, berbuatlah baik kepada wanita.” (HR. Bukhori dan Muslim).

Karena itu, tidak selayaknya wanita yang menjadi perhiasan terbaik dunia, justru menjadi bahan bakar api neraka di akhirat kelak. Karena itulah seorang wanita *HARUS* mencari jalan agar dia dirindukan oleh syruga.

*Mencari Syurga dari Rumah Tangga*

Ketahuilah bahwa seorang suami adalah pemimpin di dalam rumah tangga, bagi isteri, juga bagi anak-anaknya, karena Allah telah menjadikannya sebagai pemimpin. Allah memberi keutamaan bagi laki-laki yang lebih besar daripada wanita, karena dialah yang berkewajiban memberi nafkah kepada isterinya. Dan Allah Ta’ala berfirman:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya.” [An-Nisaa’ : 34]

Oleh karena itu, suami mempunyai hak atas isterinya yang harus senantiasa dipelihara, ditaati dan ditunaikan oleh isteri dengan baik yang dengan itu ia akan masuk Surga.

Masing-masing dari suami maupun isteri memiliki hak dan kewajiban, namun suami mempunyai kelebihan atas isterinya.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan mereka (para wanita) memiliki hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang pantas. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” [Al-Baqarah : 228]

1. Ketaatan Isteri Kepada Suaminya
Setelah wali atau orang tua sang isteri menyerahkan kepada suaminya, maka kewajiban taat kepada suami menjadi hak tertinggi yang harus dipenuhi, setelah kewajiban taatnya kepada Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” [1]

Sujud merupakan bentuk ketundukan sehingga hadits tersebut di atas mengandung makna bahwa suami mendapatkan hak terbesar atas ketaatan isteri kepadanya. Sedangkan kata: “Seandainya aku boleh…,” menunjukkan bahwa sujud kepada manusia tidak boleh (dilarang) dan hukumnya haram.

Sang isteri harus taat kepada suaminya dalam hal-hal yang ma’ruf (mengandung kebaikan dalam agama). Misalnya ketika diajak untuk jima’ (bersetubuh), diperintahkan untuk shalat, berpuasa, shadaqah, mengenakan busana muslimah (jilbab yang syar’i), menghadiri majelis ilmu, dan bentuk-bentuk perintah lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at. Hal inilah yang justru akan mendatangkan Surga bagi dirinya, seperti sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

“Apabila seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya.”

Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang sifat wanita penghuni Surga,

وَنِسَاؤُكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ: اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا؛ اَلَّتِي إِذَا غَضِبَ جَائَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِيْ يَدِ زَوْجِهَا وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوْقُ غَمْضًا حَتَّى تَرْضَى

“Wanita-wanita kalian yang menjadi penghuni Surga adalah yang penuh kasih sayang, banyak anak, dan banyak kembali (setia) kepada suaminya yang apabila suaminya marah, ia mendatanginya dan meletakkan tangannya di atas tangan suaminya dan berkata, ‘Aku tidak dapat tidur nyenyak hingga engkau ridha.’” [3]

Dikisahkan pada zaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang wanita yang datang dan mengadukan perlakuan suaminya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dari Hushain bin Mihshan, bahwasanya saudara perempuan dari bapaknya (yaitu bibinya) pernah mendatangi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam karena ada suatu keperluan. Setelah ia menyelesaikan keperluannya, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah bersuami?” Ia menjawab, “Sudah.” Beliau bertanya lagi, “Bagaimana sikapmu kepada suamimu?” Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi (haknya) kecuali yang aku tidak mampu mengerjakannya.”
Maka, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ.

“Perhatikanlah bagaimana hubunganmu dengannya karena suamimu (merupakan) Surgamu dan Nerakamu.”

Hadits ini menggambarkan perintah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk memperhatikan hak suami yang harus dipenuhi isterinya karena suami adalah Surga dan Neraka bagi isteri. Apabila isteri taat kepada suami, maka ia akan masuk Surga, tetapi jika ia mengabaikan hak suami, tidak taat kepada suami, maka dapat menyebabkan isteri terjatuh ke dalam jurang Neraka. Nasalullaahas salaamah wal ‘aafiyah.

Bahkan, dalam masalah berhubungan suami isteri pun, jika sang isteri menolak ajakan suaminya, maka ia akan dilaknat oleh Malaikat, sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِىءَ (فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا) لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ

“Apabila seorang suami mengajak isterinya ke tempat tidur (untuk jima’/bersetubuh) dan si isteri menolaknya [sehingga (membuat) suaminya murka], maka si isteri akan dilaknat oleh Malaikat hingga (waktu) Shubuh.”



*Keutamaan Istri yang Taat Pada Suami*
Di antara keutamaan istri yang taat pada suami adalah akan dijamin masuk surga. Ini menunjukkan kewajiban besar istri pada suami adalah mentaati perintahnya.

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتِ الْجَنَّةَ

“Wanita mana saja yang meninggal dunia lantas suaminya ridha padanya, maka ia akan masuk surga.” (HR. Tirmidzi no. 1161 dan Ibnu Majah no. 1854. Abu Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Yang dimaksudkan dengan hadits di atas adalah jika seorang wanita beriman itu meninggal dunia lantas ia benar-benar memperhatikan kewajiban terhadap suaminya sampai suami tersebut ridha dengannya, maka ia dijamin masuk surga. Bisa juga makna hadits tersebut adalah adanya pengampunan dosa atau Allah meridhainya. (Lihat Nuzhatul Muttaqin karya Prof. Dr. Musthofa Al Bugho, hal. 149).

Begitu pula ada hadits dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471)

Dengan ketaatan seorang istri, maka akan langgeng dan terus harmonis hubungan kedua pasangan. Hal ini akan sangat membantu untuk kehidupan dunia dan akhirat.

Islam pun memuji istri yang taat pada suaminya. Bahkan istri yang taat suami itulah yang dianggap wanita terbaik.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251.)