MENIKAH TANPA PACARAN
Assalamu’alaykum warahmatullah…
Robbi Sohri Sobri waya Sirli amri Wahlul Ukdatam Minli sani Yapkohu Qouli ama Badhu, Ikhwafillah Rahimakumullah mari kita mulai kajian hari ini dengan nafas Basmallah.
Robbi Sohri Sobri waya Sirli amri Wahlul Ukdatam Minli sani Yapkohu Qouli ama Badhu, Ikhwafillah Rahimakumullah mari kita mulai kajian hari ini dengan nafas Basmallah.
Bismillahirohmanirrohim,..
Ikhwafillah Rahimakumullah,
hari ini kita akan coba bahas mengenai suatu fenomena yang sering kita temui
dalam masyarakat kita dimana kita semua tahu kalau perbuatan tersebut berdosa,
namun banyak yang tidak mampu atau sangat sulit menghindarinya, bahkan banyak
dari mereka menikmati perbuatan dosa tersebut.
Perbuatan tersebut adalah
Pacaran sebelum Menikah. Agar menarik mari kita ubah statementnya menjadi
“Menikah tanpa melalui proses pacaran.
Segera ketika berita lamaran
merebak di kalangan keluarga beberapa pihak bertanya-tanya kepada orangtua
mereka. Kapan kenalnya? Di mana? Bagaimana? Koq bisa memutuskan menerima
lamaran jika belum kenal? Nanti kalau orang jahat atau berpenyakit gimana?.
Seolah kita terjebak pada stigma Negatif di masyarakat bahwa mengenal seseorang
itu harus dari proses pacaran terlebih dahulu.
Perkenalan (ta’aruf) adalah
salah satu tahapan ukhuwah islamiyah, oleh karena itu tak heran jika orang
banyak mempertanyakan keputusan menerima lamaran sebeum “kenal”. Pepatah mengatakan:
tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta, tak cinta maka tak
dilamar.
Apakah sebelum menikah
seseorang harus saling kenal? Jawabannya saya tegaskan YA HARUS!!, meskipun seberapa “kenal”nya, dan
apa yang perlu dikenal masih bisa didiskusikan. Jangankan dalam urusan memilih
istri/suami, memilih teman-pun perlu mengenal lebih dahulu sebelum cukup
percaya untuk pergi bersama.
Sayangnya, dalam kebiasaan zaman sekarang yang namanya ajang
saling kenal antara dua orang anak muda yang akan menikah adalah lewat HUBUNGAN
PALSU yang namanya PACARAN. Mengapa palsu? Sebab seringkali ketika berpacaran
kedua insan tersebut tidak memperlihatkan sifat-sifat asli mereka, serba setuju
dengan apa kata pasangannya. Seseorang yang sedang kasmaran cenderung berubah
dari kebiasaan aslinya.. Biasanya tidak hobi nonton Bola jadi hobi, tidak suka
warna Pink jadi suka. Biasanya cuek sama yg namanya boneka jadi hapal mana boneka
Teddy Bear, Kodok Hijau, Hello kitty dll.
Pacaran dalam istilah sekarang
adalah: sebuah bentuk hubungan antara sepasang anak manusia lain jenis yang
mempunyai ketertarikan HUBUNGAN SEX.
Pacaran dengan aktivitas
pergaulan fisik tanpa norma Islam (sejak pegang-pegangan tangan sampai
seterusnya) bukan hanya tidak perlu, bahkan juga tidak boleh atau haram dalam
Islam. Sebab Islam melarang zina dengan arti sejak zina hati (melamun, bermimpi
dengan sengaja, melihat foto dll tanpa pertemuan fisik), zina mata (melihat
langsung, berpandang-pandangan dll) sampai zina badan (sejak pegangan tangan
sampai hubungan sex sebenarnya). Meskipun untuk setiap perbuatan tersebut jenis
dosa-nya berbeda, tetapi tetap saja semua adalah dosa. Zina badan dalam arti sampai
hubungan sex terjadi jelas merupakan dosa besar.
Jika saling mengenal merupakan
sesuatu yang penting, itu tidak berarti pacaran menjadi boleh. Bahkan pacaran
dengan sejumlah bahaya dosa jelas merupakan perbuatan yang harus dihindari
sebab mengandung ancaman dosa besar.
Islam
Mengajarkan Proses ta’aruf dalam mencari pasangan hidup. Zaman sebelum ada teknologi canggih, para pendahulu kita
biasa mengirim utusan ke pihak calon mempelai. Pihak pria mengirim seorang
wanita terpercaya untuk “melihat” si wanita yang akan dilamar dan sebaliknya
pihak wanita juga mengirim pria terpercaya untuk menyelidiki pria yang akan
melamarnya. Untuk batas tertentu keduanya dibenarkan untuk saling melihat
fisik. Batasannya adalah sejauh batasan aurat yang
boleh dilihat umum (semua tertutup kecuali muka dan telapak tangan). Jika ingin
melihat lebih jauh, harus mengirim utusan seperti di atas (wanita melihat
wanita dan pria melihat pria).
Aspek fisik bukan hal terpenting untuk dikenal. Aqidah , akhlaq dan
fikroh jauh
lebih penting sebab itu semua adalah hal-hal yang bersifat lebih menetap dan
lebih berpengaruh dalam sikap sehari-hari.
Untuk mengenal dan memahami isi pikiran, aqidah dan akhlaq haruslah
dengan cara peninjauan yang berbeda dengan mengenal hal-hal fisik. Untuk ini,
selain mengenal langsung, juga lewat referensi.
Misalnya dengan mengirim utusan untuk menyelidiki isi pikiran
tersebut, atau dengan cara bertanya secara langsung. Mengapakah Fit and Proper
Test tentang isi pikiran, aqidah dan akhlaq jauh lebih penting daripada perkenalan
fisik?
Jika ada seseorang yang dengan serius menganggap bahwa hidup ini
adalah untuk beribadah, beramal manfaat dan menggapai akhirat, maka ia akan
sangat peduli untuk berteman dan apalagi berpasangan hidup dengan yang baik
akhlak dan ibadahnya.
Disamping semua hal diatas yang
paling penting adalah mempersiapkan diri menjadi suami yang ideal untuk wanita
muslimah yang hendak akan kita pinang dan bawa ke syurganya Allah. Apa saja
kriteria calon Suami Ideal tsb?
1. Agamanya baik
Nampaknya menjadi harga
mati untuk yang satu ini. Agama dan sekaligus akhlak yang baik. Karena agama
Allah turunkan agama ini sebagai acuan untuk bimbingan manusia. Untuk itulah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan para wali, agar segera
menerima pelamar putrinya, yang baik agama dan akhlaknya.
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberpesan,
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ
مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ، إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ
فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ، وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
Apabila ada orang yang
kalian ridhai agama dan akhlaknya, yang meminang putri kalian, nikahkan dia.
Jika tidak, akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar. (HR.
Turmudzi 1084, Ibn Majah 1967, dan yang lainnya. Hadis ini dinilai hasan oleh
al-Albani).
2. Lugu dengan keluarga
dan tidak keras
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memisalkan wanita seperti al-Qawarir (gelas kaca). Fisiknya,
dan hatinya lemah, sangat mudah pecah. Kecuali jika disikapi dengan hati-hati.
Karena itu, tidak ada wanita yang suka disikapi keras oleh siapapun, apalagi
suaminya. Maka sungguh malang ketika ada wanita bersuami orang keras. Dia sudah
lemah, semakin diperparah dengan sikap suaminya yang semakin melemahkannya.
Sebaliknya, keluarga
yang berhias lemah lembut, tidak suka teriak, tidak suka mengumpat, apalagi
keluar kata-kata binatang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengingatkan,
إِنَّ الرِّفْقَ لَا
يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
“Sesungguhnya kelembutan
menyertai sesuatu maka dia akan menghiasinya, dan tidaklah kelembutan itu
dicabut dari sesuatu, melainkan akan semakin memperburuknya.” (HR. Muslim 2594,
Abu Daud 2478, dan yang lainnya).
3. Berpenghasilan yang
cukup
Ketika Fatimah bintu
Qois ditalak 3 oleh suaminya, dia menjalani masa iddah di rumah Ibnu Ummi
Maktum – seorang sahabat yang buta –. Usai masa iddah, langsung ada dua lelaki
yang melamarnya. Yang pertama bernama Muawiyah dan kedua Abu Jahm. Ketika
beliau meminta saran dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
أَمَّا أَبُو جَهْمٍ،
فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ، وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ
لَهُ، انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ
Untuk Abu Jahm, dia
tidak meletakkan tongkatnya dari pundaknya. Sedangkan Muawiyah orang miskin,
gak punya harta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid. (HR. Muslim 1480, Nasai
3245, dan yang lainnya).
Diantara makna: ’tidak
meletakkan tongkatnya dari pundaknya’ adalah ringan tangan dan suka memukul.
Anda bisa perhatikan,
pertimbangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyarankan Fatimah agar
tidak menikah dengan Abu Jahm, karena masalah sifatnya yang keras. Sementara
pertimbangan beliau untuk menolak Muawiyah, karena miskin, tidak
berpenghasilan.
4. Tanggung jawab dan
perhatian dengan keluarga
Tanggung jawab dalam
nafkah dan perhatian dengan kesejahteraan keluarganya.
Bagian ini merupakan
perwujudan dari perintah Allah untuk semua suami,
وَعَاشِرُوهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ
”Pergaulilah
istri-istrimu dengan cara yang baik.” (QS. An-Nisa’: 19)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar