Jumat, 12 Juni 2015

Makna Perintah Puasa di Surah Al Baqarah : 183

Makna Perintah Puasa di Surah Al Baqarah : 183
By : Rudifillah el Karo




Ayat yang mulia tersebut berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)

Ayat ini mengandung suatu rahasia yang amat besar. yaitu bagaimana manusi berproses setelah ia beriman. Kita coba bahas satu persatu.

1.  Iman adalah Pondasinya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
“Wahai orang-orang yang beriman”

Dari lafadz ini diketahui bahwa ayat ini madaniyyah atau diturunkan di Madinah (setelah hijrah, pen), sedangkan yang diawali dengan yaa ayyuhan naas, atau yaa bani adam, adalah ayat makkiyyah atau diturunkan di Makkah (makiyyah). Sehingga tujuan ayatnya lebih spesifik yaitu orang2 yang telah beriman bersama Rasulullah.

Lalu apakah iman itu sendiri?
مَا أَنْتَ بِمُؤْمِنٍ لَنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ

Dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar” (QS. Yusuf 17)

Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa iman artinya membenarkan atau percaya. Sehingga puasa sendiri ditujukan hanya kepada orang2 yang sudah membenarkan akan kewajibannya atas seorang muslim.

Dengan demikian tidak dapat dibenarkan orang yang mengaku beriman namun enggan melaksanakan shalat, enggan membayar zakat, dan amalan-amalan lahiriah lainnya. Karena orang seperti ini masih ada keraguan dalam hatinya.

2. Puasa Adalah Prosesnya.

Puasa adalah proses dimana seorang yang beriman akan memperoleh nilai taqwa disisi Allah. Puasa adalah salah satu proses ibadah yang cukup berat pelaksanaannya. Karena kewajiban ini adalah rahasia hamba Allah dengan Rabbnya, maka pengokohan tauhidlah yang terlebih dahulu harus dilakukan. Sebagaimana perintah puasa di zaman Rasulullah diturunkan ditunda hingga tahun kedua Hijriah.

Syaikh Ali Hasan Al Halabi menyatakan: “Kewajiban puasa ditunda hingga tahun kedua Hijriah, yaitu ketika para sahabat telah mantap dalam bertauhid dan dalam mengagungkan syiar Islam. Perpindahan hukum ini dilakukan secara bertahap. Karena awalnya mereka diberi pilihan untuk berpuasa atau tidak, namun tetap dianjurkan” (Shifatu Shaumin Nabi Fii Ramadhan, 1/21)

3⃣ Taqwa adalah hasilnya.

Ibarat sebuah kompetisi, hanya orang yang mau bekerja keras yang akan sampai ke finis dan mendapatkan reward. Banyak orang yang ikut dalam proses menuju ketaqwaan, namun tidak semuanya lulus dan sampai memperoleh nilai Taqwa.

Imam Al Baghawi dengan penjelasannya: “Maksudnya, mudah-mudahan kalian bertaqwa karena sebab puasa. Karena puasa adalah wasilah menuju taqwa. Sebab puasa dapat menundukkan nafsu dan mengalahkan syahwat. Sebagian ahli tafsir juga menyatakan, maksudnya: agar kalian waspada terhadap syahwat yang muncul dari makanan, minuman dan jima”

Lalu Lebih tinggu manakah, orang bertaqwa ataukah beriman??

Orang bertaqwa tanpa beriman ibarat orang punya atap namun tidak punya bangunan. Maka dia bukanlah dinamakan bangunan, melainkan hanya sebuah atap.
Orang beriman tanpa taqwa ibarat sebuah bangunan tanpa atap, maka tidak sempurnalah dia dikatakan sebagai sebuah bangunan.
itulah perumpamaan antara Iman dan Taqwa, tidak ada yang lebih tinggu melainkan saling menyempurnakan.

Wallahu'alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar